Politikus Partai Gerindra Khilmi mengatakan program food estate atau lumbung pangan yang akan dilanjutkan oleh calon presiden Nomor 2 Prabowo Subianto tetap akan memberikan keadilan kepada kelompok tani Hal tersebut disampaikannya menanggapi pernyataan calon presiden Nomor 1 Anis Baswedan yang menilai program food estate tidak berpihak pada petani. "Alangkah tidak adilnya, nantinya bisa dimiliki oleh gabungan kelompok tani, bukan negara, tapi ini negara yang pertama kali membangunnya. Jadi harus adil," kata Kirumi di Gedung DPR DKI Jakarta, Selasa (2023-11-28). Khilmi menuturkan, program real estate pangan bisa ditanggulangi oleh masyarakat yang tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam nantinya.
Namun dia mengakui bahwa pemerintah akan berperan dengan terlebih dahulu membuka lahan hingga waktu tertentu dan kemudian membangun lumbung. "Jadi akan didistribusikan dalam jangka waktu tertentu akan didistribusikan ke masyarakat. Jadi nanti kita gabungan sekelompok petani yang punya negara, bukan negara," kata Kilmi. Anggota Komite VI Korea Utara ini juga menekankan bahwa program real estate pangan harus terus menjaga persediaan pangan siap saji negara. Dia memperingatkan bahwa sementara permintaan pangan akan terus meningkat seiring bertambahnya populasi, lahan pertanian akan terus menurun setiap tahun.
"Jika kita tidak mengembangkan tempat makanan di luar Jawa, kita akan kehabisan sumber makanan karena kedepannya tidak akan semudah bergulung-gulung tangan untuk membangun sawah dan kebun," kata Khilmi. Diberitakan sebelumnya, capres No. 1 Anis Baswedan merupakan kebijakan ketahanan pangan yang digagas oleh kontrak Pertanian dan Presiden Joko Widodo (Joko Widodo) yaitu Food Real Estate, yang disampaikan Anies pada pertemuan anak muda yang digelar Forum Lingkungan Hidup Nasional (Walhi) di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Sabtu (2023-11-25). Ennis mengatakan jika terpilih menjadi presiden, food estate tidak akan dilanjutkan karena dianggap tidak memihak oleh petani.
"Karena inilah alasan pendekatan negara dalam mengelola produksi secara terpusat," kata Ennis. Dia mengatakan food real estate merupakan pengembangan pertanian berbasis wilayah yang praktiknya berbasis pada perusahaan. "Kita butuh penentangan, namun nyatanya petani di seluruh wilayah Indonesia perlu bisa mendapatkan kesetaraan dan berkesempatan produknya ikut serta di pasar produksi pertanian," katanya. Dengan pertanian kontrak, petani tetap dapat menjual hasil panennya kepada konsumen dengan harga yang relatif baik dan memiliki kepastian untuk membeli produk tersebut.
Anis juga mengatakan, real estate pangan sangat terikat dan dikuasai oleh para pemilik modal, sedangkan pertanian kontrak merupakan salah satu bentuk kerjasama antara pemilik modal dan petani. "Dengan pola pertanian kontrak ini, petani di seluruh Indonesia akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah atas pekerjaan mereka dan sistem yang adil untuk semua."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H