Lihat ke Halaman Asli

FKIP PCU

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - Petra Christian University

Kesiapan Anak Masuk Sekolah dan Kesiapan Orang Tua

Diperbarui: 3 Agustus 2024   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1.1. Lingkaran Negatif Ketegangan Orang Tua dan Prestasi Belajar Anak (Dokumen Pribadi) 

KESIAPAN ANAK MASUK SEKOLAH = KESIAPAN ORANG TUA MENDAMPINGI ANAK

Memiliki harapan yang tinggi terhadap masa depan anak tentunya merupakan hal yang umum dimiliki oleh semua orang tua, terutama terkait dengan pendidikan. Orang tua menginginkan anak mereka berprestasi di sekolah, baik secara akademis maupun non-akademis. Orang tua juga mengharapkan supaya anak memiliki kemampuan untuk mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik, berprestasi, rajin belajar, mandiri, bertanggung jawab, dan tidak mengalami kesulitan dalam relasi sosial dengan orang lain. Ketika anak-anak masih berada di kelompok bermain atau taman kanak-kanak, biasanya orang tua masih memiliki antusiasme dan harapan yang tinggi tentang prestasi belajar anak. Menyaksikan anak-anak bertumbuh dan memiliki keterampilan baru yang dipelajari di taman kanak-kanak, membuat orang tua senang dan menjadi tidak sabar untuk melihat perkembangan anak lebih lanjut. Banyak orang tua merasa yakin anaknya mampu untuk segera masuk ke jenjang berikutnya, yaitu Sekolah Dasar. Orang tua juga memiliki rasa bangga bila anaknya dapat diterima di sekolah dasar lebih awal dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Fenomena yang disampaikan oleh beberapa kepala sekolah TK maupun SD, cukup banyak orang tua yang mendesak agar anaknya dapat segera masuk ke Sekolah Dasar, karena merasa yakin bahwa anak sudah cukup siap dan mampu mengikuti pembelajaran di Sekolah Dasar. 

Faktanya, tidak semua anak benar-benar siap menghadapi tuntutan belajar di sekolah dasar, terutama terkait dengan cara belajar yang berbeda dengan di Taman Kanak-Kanak. Anak yang masih senang bermain, sekarang harus mulai berhadapan dengan tugas dan ulangan, yang mengharuskan mereka belajar dengan cara yang berbeda. Orang tua yang semula antusias mengikuti perkembangan anak di sekolah, juga mulai berhadapan dengan kenyataan bahwa nilai-nilai anak tidak seperti yang diharapkan. Kondisi ini seringkali menjadi sumber ketegangan dalam hubungan orang tua dan anak. Orang tua yang khawatir bahwa anaknya tidak dapat mengikuti pelajaran, mulai menuntut anaknya untuk belajar lebih rajin, dan menegur bahkan mengomel ketika melihat anaknya bermain dan tidak belajar. Orang tua juga lebih mudah kehilangan kesabaran ketika mendampingi anak belajar, Anak yang berhadapan dengan kejengkelan orang tua ketika belajar, menjadi tegang atau bahkan merasa takut, dan hal ini justru mengakibatkan anak menjadi enggan belajar. Semakin anak enggan belajar, semakin menurun prestasi belajar anak, semakin tinggi pula ketegangan orang tua. Semakin tinggi ketegangan orang tua, semakin sering orang tua kehilangan kesabaran dan menuntut anak untuk belajar, membuat anak semakin takut dan enggan belajar. Kondisi ini menjadi lingkaran setan yang mengakibatkan persepsi anak tentang sekolah dan belajar menjadi buruk. Dalam pemahaman anak, orang tua yang dulu menyayangi dan dekat dengan anak, sekarang menjadi mudah marah. Anak juga merasa kehilangan kesenangan bermain dan harus berhadapan dengan hari-hari yang menegangkan. Dan itu semua disebabkan oleh kewajiban untuk bersekolah dan belajar. Tak heran bila motivasi belajar anak semakin menurun, anak justru mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran, takut untuk berinteraksi dengan orang baru, dan bahkan takut bersekolah (Anggun, 2022). 

Ketegangan komunikasi dan persepsi negatif yang muncul mengenai sekolah dan belajar dapat memberikan dampak negatif jangka panjang yang cukup signifikan. Anak mungkin saja menjadi tidak suka bersekolah serta merasa tidak percaya diri, dan berdampak pada kinerja akademis di jenjang-jenjang berikutnya. Tidak hanya itu, kondisi ini juga dapat merenggangkan hubungan orang tua dan anak, dimana anak merasa kurang didukung dan dipahami, sementara orang tua juga terbebani dengan ketegangan tentang prestasi belajar anak. Fenomena ini menunjukkan, bahwa dalam proses anak memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, khususnya dari Taman Kanak-Kanak ke Sekolah Dasar, bukan hanya membutuhkan kesiapan anak, tetapi juga kesiapan orang tua untuk mendampingi anak. Orang tua perlu memiliki pemahaman yang benar mengenai proses penyesuaian diri dan  cara belajar yang akan dihadapi oleh anak di Sekolah Dasar, serta mempersiapkan diri untuk dapat mendampingi anak dengan baik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menjabarkan mengenai definisi kesiapan masuk sekolah sebagai "Kemampuan anak mengelola dirinya dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sosial-emosional, yang merupakan hasil interaksi anak secara terus menerus dengan berbagai pengalaman di lingkungan anak tumbuh dan berkembang sehingga dapat beradaptasi dengan tantangan belajar di jenjang berikutnya" (Direktorat PAUD, 2020). Kesiapan ini meliputi pemenuhan berbagai indikator yang mencakup perkembangan fisik, perkembangan senso-motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial-emosional, dan sikap belajar. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa penekanan aspek kesiapan masuk sekolah adalah kemampuan anak mengelola diri dalam semua aspek, bukan hanya capaian perkembangan kemampuan kognitif, yang seringkali diukur dengan nilai pelajaran sekolah. Sikap belajar juga merupakan aspek yang sangat penting dikembangkan, untuk keberhasilan anak di sekolah.  Orang tua perlu membantu anak untuk mencapai perkembangan, bukan hanya secara akademis, tetapi juga dalam semua aspek lain. Dari sisi aspek emosi, orang tua perlu memastikan bahwa anak akan mengikuti pembelajaran dengan kondisi emosi yang sehat, tanpa ketegangan dan ketakutan. Dengan demikian anak dapat memulai pendidikan formal dengan penuh semangat dan siap menghadapi tantangan yang ada. Dalam pengembangan aspek sikap belajar, penting sekali untuk membentuk persepsi positif anak mengenai belajar, sehingga anak memiliki kesukaan dan semangat belajar yang tinggi. Selain itu, orang tua juga perlu memfasilitasi dan menstimulasi perkembangan aspek-aspek lain dengan cara yang tepat dan menyenangkan untuk anak.

Menyadari pentingnya dukungan orang tua untuk menciptakan pengalaman belajar yang mendukung kesiapan anak masuk sekolah, dan berangkat dari kebutuhan yang ada ditengah komunitas orang tua, maka kami selaku dosen dengan dibantu beberapa mahasiswa program studi Early Childhood Teacher Education, Petra Christian University melaksanakan pengabdian masyarakat yang bertempat di PG-TK Living Stones berupa Parenting dengan topik kesiapan anak memasuki sekolah dasar.

Gambar 1.2. Parenting Kesiapan Anak Masuk Sekolah (Dokumen Pribadi) 

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2024 sampai dengan 8 Juni 2024. Diawali dengan pertemuan dengan kepala sekolah untuk mendiskusikan kondisi dan kebutuhan orang tua terkait pemahaman mengenai kesiapan anak masuk sekolah. Untuk membantu orang tua lebih mengenal kesiapan anak, tim membuat kuesioner Kesiapan Anak Masuk Sekolah. Kegiatan Parenting diadakan  pada tanggal 8 Juni 2024, diawali dengan memberikan kesempatan pada orang tua untuk mengisi kuesioner, dan dilanjutkan dengan penjelasan hasil kuesioner dan penyampaian materi mengenai bagaimana seharusnya peran orang tua dalam membentuk kesiapan anak untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi, dalam hal ini ke sekolah dasar.

Dalam kegiatan parenting, pemateri menjabarkan mengenai hal pertama yang perlu diperhatikan oleh orang tua ketika anak baru masuk sekolah dasar, yaitu pentingnya membangun persepsi positif anak tentang sekolah dan belajar. Kelas 1 di Sekolah Dasar menjadi masa krusial yang menentukan persepsi anak tentang sekolah, dan akan sangat mempengaruhi kinerja akademik anak selanjutnya. Dalam rangka membangun persepsi positif tersebut, orang tua perlu memahami bahwa hasil utama proses belajar anak, bukanlah nilai raport, melainkan nilai hidup. Jauh lebih penting bagi orang tua untuk memastikan bahwa anak menguasai cara belajar yang paling efektif, dibandingkan menuntut anak mendapat nilai bagus di kelas 1 (satu) SD. Anak yang menguasai cara belajar yang efektif dan menyenangkan, akan lebih mudah menguasai pelajaran, dan memiliki keyakinan serta rasa percaya diri dalam belajar. Orang tua perlu  menumbuhkan kesukaan anak untuk belajar, membuat anak merasa bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan, dengan cara mendampingi anak dan menjaga suasana belajar yang nyaman dan efektif. Orang tua juga perlu mengenal gaya belajar serta karakteristik anak, dan menggunakan cara yang sesuai dengan gaya belajar serta karakteristik anak tersebut. Dalam sesi parenting ini, pemateri juga menjelaskan tentang kecenderungan dominasi otak kiri dan kanan, karakteristik masing-masing dominasi, serta bagaimana orang tua dapat membantu anak melatih perkembangannya secara seimbang. Pemateri juga memberikan contoh kegiatan bermain yang dapat membantu perkembangan motorik kasar dan halus, game untuk mendukung kemampuan prewriting, dan bagaimana menolong anak menguasai cara menghafal, menguasai berhitung dan menghafal perkalian dengan mudah. Di era informasi ini, orang tua dapat dengan mudah mencari dan belajar dari banyak sumber mengenai bagaimana membantu anak dalam belajar secara efektif, mudah dan menyenangkan. Dengan memahami hal tersebut, orang tua akan dapat menolong anak belajar dengan lebih efektif dan menyenangkan. Pada gilirannya, anak dapat menjalani pembelajaran di sekolah dengan berhasil, dan orang tuapun dapat mendampingi anak dengan tenang dan gembira, tanpa ketegangan atau bahkan stres, seperti yang banyak dikeluhkan orang tua selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline