Lihat ke Halaman Asli

fahmi karim

Suka jalan-jalan

Film The Platform, Bagaimana Mestinya Dunia Berjalan?

Diperbarui: 3 April 2020   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: vanyaland.com

"Pertanyaannya adalah: kita makan apa?"
"Sudah jelas, sisa-sisa dari yang di atas."

Satu dialog pembuka dalam film The Platform yang menggambarkan inti film: soal makan. Film yang durasinya 94 menit ini membuat saya menyelam pada sisi-sisi gelap kenyataan. Mood saya pun dibuat naik-turun dari awal sampai akhir film. 

Jika Anda belum nonton, saya sarankan untuk nonton agar lebih mengena. Soalnya, kata guru saya, yang menghubungkan antara seni dan kita adalah pengalaman. Nah, Anda disarankan nonton dulu biar terhubung. Jika sudah nonton, mari kita lanjutkan.  

Film dari Negeri Matador ini adalah garapan sutradara Galder Gaztelu-Urrutia yang menceritakan mekanisme "penjara vertikal" (Lubang) -- pengelolah menyebutnya sebagai 'Pusat Menejemen Mandiri Vertikal', yang dibintangi oleh Ivan Massaque (Goreng), Zorion Eguileor (Trimagasi), Alexandra Masangkay (Miharu), Antonia San Juan (Imoguiri yang sekaligus bekerja pada pengelolah dan memilih masuk Lubang), serta Emilio Buale Coka (Baharat).

Film ini bergenre horor-thriller. Bisa dibaca dari beragam kacamata. Sesekali bikin tegang, kadang bikin jijik. Penggambaran kompleks: satire, parodi kenyataan, kritik sosial, kerakusan manusia, ambiguitas hasrat, dan seterusnya, dan seterusnya.

Meskipun akhir film ini membuka peluang dan spekulatif tak terarah, namun untuk alurnya, kira-kira, satu penggambaran realitas -- semacam tidak jauh-jauh dari apa yang aku lihat sehari-hari.

Apa yang Diperlihatkan Manusia Dalam Ruangan?

Film ini memberi gambaran perubahan sikap manusia setiap berganti ruangan. Tentunya semakin ke bawah jiwa semakin tertekan dan cenderung menggunakan segala cara untuk bertahan hidup ketika tidak memperoleh hidangan makanan di platform akibat kerakusan orang-orang di atas. 

Saling memakan adalah konsekuensi terakhir untuk menyambung hidup. Kondisi objektif yang mendorong kesadaran untuk melakukan segala sesuatu.

Bisa dilihat perpindahan sikap Goreng dan Trimagasi dari ruangan 48, dengan persahabatan singkat, dan Goreng dengan tema-tema ideal, berganti sifat saling membunuh dan memakan teman sendiri untuk bertahan hidup di ruangan 171. 

Goreng menjadi apatis saat berada di ruangan 33 (padahal Imoguiri sedang berusaha memperkuat solidaritas spontan), berpindah ke ruangan 202 dengan kefrustasian tingkat halusinasi, kemudian ke ruangan 6 dan menjalankan misinya untuk mengkondisikan solidaritas spontan demi merusak mekanisme kerja Lubang, sampai ke lantai paling dasar dengan mengirimkan pesan anak kecil (yang selalu dicari oleh Miharu) ke lantai 0.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline