Sleman,17jan2011
Cinta
Aku tulis ini karena cinta…
Tiga tahun sudah kuberbagi suka dan duka dengannya, orang yang terpaut 13 tahun lebih muda dariku. Hari-hari kami jalani dengan kesederhanaan. Ia bekerja sebagai pegawai negeri sipil golongan 3B, sedangkan aku masih memilih sibuk dengan jualan gorengan.
Kusadari banyak orang yang heran dengan suamiku itu. Heran dengan keputusannya menikah dengan janda tua bermuka pas-pasan sepertiku. Aku telah dicerai suamiku yang pertama karena tak bisa hasilkan keturunan. Meski aku anak kiyai, tapi aku tak mau di poligami.
Sebelum menikah, aku hanya lima kali bertemu dengannya. Ya, saat itu dia adalah pelanggan gorenganku. Kukenal dia sebagai orang yang telah mapan bekerja, dan beberapa pelanggan juga pernah bercerita bahwa dia adalah rebutan bagi banyak wanita, karena wajahnya yang ganteng.
Tak pernah ia datang sendirian. Bila tidak bersama ibunya, ia bersama temannya. Setiap kali bertemu, pembicaraan kami ternyata saling melengkapi satu sama lain. Aku pun tak dapat menyangkal itu.
Hingga suatu hari… ibunya datang sendirian dan menanyakan banyak hal yang sifatnya pribadi. Hingga ia tahu tentang statusku dan ia berikan sebuah pertanyaan berat! Lamaran! Tentu saja aku harus ambil waktu untuk berpikir. Sholat Istikharah kulakukan hingga dua kali dan muncullah jawaban tuk terimanya.
Ketika malam pertama kutanya dia tentang makna cinta,
“Dik, aku mencintaimu karena Alloh. Maafkan aku… jika cintaku pada Alloh melebihi cintaku padamu” Akhir dari jawabannya yang buat hatiku bergetar.
“Dulu aku pernah percaya bahwa Alloh akan berikan pilihan terbaik dengan perantaraan ibu. Dan … ternyata ibuku merasa sangat dekat denganmu,” tambahnya kemudian sembari memakai baju koko warna putih. “Dik, yuk kita sholat sunnah dulu, sebelum…mmm tunaikan hak halal kita,” ajaknya sambil tersenyum. Di saat itu aku merasa menjadi orang yang palin beruntung di dunia. Punyai suami yang begitu arif kepribadiannya.