Aksi Digital #WhatsHappeningInMyanmar
Hasil pemilu pada November 2020 lalu dinilai curang oleh Junta Militer Myanmar. Junta Militer dapat dengan mudah melakukan interupsi terhadap pemerintahan resmi yang merupakan hasil pilihan rakyat, hal ini terjadi karena pengaruh militer yang masih kuat.
Pemerintahan berbasis militer yang berkuasa sejak awal kemerdekaan Myanmar, ditambah dengan pengalaman pahit kudeta yang terjadi tahun 1962, seakan membuat pengaruh militer sangat kuat di Myanmar. Demokratisasi Myanmar pada tahun 2011, ternyata tidak menjamin berlangsungnya pemerintahan yang demokratis di sana.
Pada Senin, 1 Februari 2021, sebagai pemenang pemilu pada tahun 2020 lalu, Aung San Suu Kyi dan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) seharusnya sudah memulai masa jabatan untuk kedua kalinya. Lima tahun belakangan, Negara Seribu Pagoda sudah menerapkan sistem pemerintahan demokratis di bawah Aung San Suu Kyi.
Namun, pada hari yang sama di mana ia sudah memulai masa jabatannya, militer Myanmar mengambil alih pemerintahan dan menjadikan Suu Kyi dan pejabat pendukung sebagai tahanan rumah. Seakan merasakan dejavu masyarakat Myanmar langsung bertindak yang memprotes kudeta tersebut.
Seperti yang sudah disebutkan di awal, militer mengklaim bahwa telah terjadi kecurangan dalam proses pemilu tahun lalu. Militer menyerahkan kekuasaan kepada Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing dan menyatakan keadaan darurat selama satu tahun.
Pasal 417 dalam konstitusi negara membenarkan kudeta Min Aung Hlaing, karena mengizinkan militer merebut kekuasaan dalam situasi darurat atau ketika kedaulatan negara sedang terancam. Kali ini, militer menggugat hasil perhitungan suara dan menuduh Komisi Pemilihan Umum.
Namun, tuduhan itu langsung ditepis oleh Komisi Pemilihan Umum. Militer juga melayangkan gugatan ke Mahkamah Agung, tetapi masih ditangguhkan. Pemerintah juga dianggap gagal dalam penyelenggaraan Pemilu yang justru dilaksanakan saat pandemi Covid-19.
Masyarakat sipil umumnya menolak campur tangan junta ke dalam pemerintahan dan mendesak agar junta segera mengembalikan pemerintahan kepada presiden terpilih. Situasi semakin parah, militer dan kepolisian semakin agresif dalam menertibkan unjuk rasa.
Masyarakat sipil Myanmar kemudian mengangkat tagar #WhatsHappeningInMyanmar di media sosial sebagai bentuk protes dan penarikan massa baik dalam dalam domestik ataupun internasional. Mereka beramai-ramai membagikan foto dan video kondisi terkini aksi protes yang dilakukan masyarakat Myanmar.
Mulanya aksi ini pertama kali viral pada platform Twitter, kemudian merambah ke media sosial lain termasuk Tumblr. Pada aplikasi Tumblr tagar ini pertama kali diangkat oleh username @aletteroflovetome postingan tersebut kemudian mendapatkan atensi pengguna lain. Sebanyak 5.042 pengguna menyukai postingan, 4.274 pengguna membagikan postingan dan 12 pengguna mengomentari postingan.