Lihat ke Halaman Asli

Sigit Santoso

Peduli bangsa itu wajib

Pada Hoaks, Jokowi: Lawan! Jangan Diam!

Diperbarui: 11 Maret 2019   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: kompas.com

"Yang namanya hoaks sekarang, bukan hanya lewat media sosial saja. Tapi juga door to door. Maka harus kita perangi, lawan, jangan diam,"

Lantang Jokowi menegaskan kalimat itu di pelataran Monumen Perjuangan, Bandung, Minggu (10/3/2019). Lalu disambut meriah ribuan pendukungnya.

Sebenarnya menurut survey resmi mana pun pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin selalu menang, walaupun untuk mencapai keunggulan di atas 60% masih terbilang cukup berat. Karena lawan tentu tak diam, semakin menggunakan segala cara agar bisa menipiskan selisih kekalahan, lalu bisa menyalip di tikungan terakhir.

Bicara soal kantong suara, unfortunatelly di kandang jumlah pemilih terbanyak yaitu Jawa Barat, masih dimenangi pasangan Prabowo-Sandi. Kultural ? Mungkin. Anti Jokowi-nya memang terbilang tak masuk akal. 

Setidaknya dengan tertangkapnya 3 emak-emak dari Karawang yang ternyata adalah anggota PEPES, dan jejak digitalnya pernah berfoto dengan Fadli Zon itu memberikan pertanda bahwa strategi door to door dengan indoktrinasi tanpa bukti memang sedang dijalankan.

Walaupun sebenarnya sah-sah saja, door to door namanya juga relawan. Namun seharusnya yang dibicarakan keunggulan Prabowo-Sandi misalnya, alih-alih menebar kebencian. Karena suatu bangsa tak akan besar jika terus menebar kebencian dan menimpakan kesalahan pada orang lain. 

Jawa Barat memang lumbung suara Prabowo-Sandi. Bahkan, jika melihat sejarah pilkada DKI massa militan gerakan 212 juga justru disumbang dari Jawa Barat, contoh long march rombongan dari Ciamis. Militansinya cukup diapresiasi. Namun, tentunya petahana tak bisa kalah begitu saja.

Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin harus menang mutlak. Mengapa ? Karena menang mutlak adalah jaminan kestabilan pemerintahan. Selisih, sedikit saja seperti pilpres 2014 masih tetap menggaungkan masalah walaupun sporadis, yang sewaktu-waktu bisa dimobilisasi melawan pemerintah. 

Jika masih bisa diragukan hasilnya, maka kerja KPU akan sangat dipertanyakan fair play-nya. Jika dipertanyakan bisa jadi mengundang aksi massa yang demikian besar untuk menggoyang pemerintahan. Ya walaupun belum ada sejarah di Indonesia, pemerintahan yang sah jatuh karena pergolakan dalam negeri tetap saja ada harga yang harus dibayar.

Bagi penulis, terpenting adalah kesinambungan pembangunan. DKI akan menjadi pelajaran berharga, karena betapa bagusnya Jokowi-Ahok-Djarot membangun kota, tapi karena preferensi gubernur selanjutnya hanya mengejar janji-janji politiknya sendiri ya .. ada perlambatan pembangunan di sana sini. Belum lagi drama sandera kepentingan  cawagub yang tak kunjung selesai.

  • Bagaimana bisa mempercayakan pada capres yang tak fokus merit sistem, tapi lebih percaya dengan digaji lebih orang dijamin kerja lebih baik ?
  • Bagaimana bisa mengurus pembangunan jika tak mengerti cara mengelola utang ? 
  • Bagaimana juga mengurus umat beragama namun banyak menyepelekan ulama-ulama moderat dari organisasi besar semacam NU, Muhammadiyah ?
  • Bagaimana bisa membangun optimisme jika berkampanye dengan narasi-narasi hoax ?
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline