Gelandang itu bernama Stefano Jantje Lilipaly. Putra Maluku yang mengincipi aroma sepak bola modern sejak kecil di Belanda. Meski pernah membela timnas U-15 sampai U-18 Belanda, seperti saudara sepupunya Tonny Cussel dia memilih baktinya untuk dinaturalisasi menjadi warga negara Indonesia lalu menjadi jalan baginya untuk dipercaya menjadi punggawa timnas senior Garuda Muda.
Saat ini Fano panggilan akrabnya, sedang menapaki umur emas seorang pemain sepak bola, yaitu 28 tahun. Dan performanya di timnas kali ini setelah dipoles coach Milla makin bersinar. Bersanding dengan seniornya yang sangat oportunis Alberto Goncalves da Costa, Fano menjadi duo-target men kesebelasan Indonesia sekaligus menjadi macan yang membuat jantungan tiap kiper lawan.
Arahan coach Milla sepertinya sederhana, tekan pertahanan lawan sejak dari awal permainan. Berikan semua bola pada Fano dan Beto, mereka akan mengolahnya entah bagaimana caranya, bisa di selesaikan sendiri atau diumpankan pada yang paling berpeluang melesakkan bola ke gawang lawan.
Hasilnya, Fano pasti mencetak goal ! Namun dia bukan sosok yang egois. Assist-nya dahsyat, dan biasanya rekan yang diberikan umpan cepat oleh Fano akan mencetak goal indah.
Bagaimana kalau Fano sedang di kurung ? Gampang, rekan-rekannya tinggal tendang saja sekencang-kencangnya ke arah gawang lawan dari sudut mana pun. Maka, lawan akan bingung, Fano dihadang ditengah, dia memberi terobosan ke Irwan Jaya dan goal ! Fano dikurung di depan umpan tariknya ke kotak pinalti disambar Hanif Syahbandi goal juga, jika frustasi Fano lepas kawalan dia menggila akan mencetak goal SPARTAN sendirian.
Tidak ada cerita lagi pemain timnas Indonesia yang grogi berhadapan dengan kiper lawan. Atau, kehabisan tenaga setelah berlari kencang mengejar bola. Hongkong, di pertandiangan Asian Games 20/8/18 di stadion Patriot Bekasi, bermain bola serasa di neraka. Mereka kewalahan melayani serbuan serangan timnas Garuda Muda. Secara keterampilan individu jelas kalah kelas dibandingkan dengan Indonesia di gelaran Asian Games kali ini.
Trio Tsui Wang Kit, Lilley Nunez, dan kapten Lau Hok Ming yang berpostur tinggi besar itu awalnya bak tembok benteng yang kokoh. Namun Fano tak kenal takut, dia maju ke depan terus menjadi inspirasi serangan. Gedor terus tanpa kenal lelah, nanti pada saatnya akan jebol juga. Dia diprovokasi makin dilabrak, di kartu kuning bodo amat ... (Coach Milla sepertinya yang pusing 7 keliling kalau begini, karena Indonesia telah mengoleksi kontan empat kartu kuning)
Walhasil, ketika stamina dan fokus menurun di tim Hongkong, hanya tinggal sang kiper dan satu bek (Nunez) saja yang masih sanggup bertahan di kotak pinalti. Mungkin rencananya Hongkong mau menjalankan strategi parkir bus. Tapi Fano dkk, mengobrak-abrik tanpa ampun. Bola dimana pun dikejar dan harus sampai mengancam gawang kiper Ho Chun Yuen. Pendek kata lu jual diborong semua oleh pemain-pemain timnas Indonesia.
Dan, begini pengakuan sang pelatih Hongkong, Kar Lok Kenneth Kwok
"Pemain nomor 10 Indonesia sangat berkualitas, ia memiliki skill yang sempurna dan komplit. Kami kewalahan menjaganya..."
Kemenangan 3-1 atas Hongkong, kontan menjadikan Indonesia juara grup A, dengan hasil mengesankan. Kecuali sempat sedikit terganjal saat kalah dengan Palestina.