Lihat ke Halaman Asli

Sigit Santoso

Peduli bangsa itu wajib

Perang Narasi dan Keberanian

Diperbarui: 14 Mei 2018   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar dari aktual.com

Seminggu ini rasanya full drama terorisme, dari penyanderaan mako  brimob, bom 3 gereja di Surabaya, rusunawa Sidoarjo, dan pagi ini bom  masih meledak di Mapolresta Surabaya.

Kita takut ? Tidak sama  sekali. Berduka dan bersimpati pada para korban iya, mereka sesama anak  bangsa sesama manusia yang benar-benar hidup menghargai hidup sebagai  anugerah Tuhan.

Tujuan terorisme dimana pun sama. Menyebar teror,  jika ketakutan tercipta tujuan berhasil. Bom yang meledak sendiri  hanyalah aksi, namun ada peperangan lain yang sedang dibangun. Yaitu di  panggung-panggung dimana ketakutan bisa disebar, dan di narasi-narasi  yang membuat sesat. Itu yang harus kita lawan.

Karena ini rumah  kita. Rumah kita yang diacak-acak. Siapa lagi yang membereskan kalau  bukan kita sendiri. Dan ini rumah bersama kita, bukan rumah kontrakan,  rumah sewa, yang bisa kita serahkan pada orang lain lalu kita kabur.  Tidak ! ini rumah kita dan harus bersama-sama kita jaga dan kita  ENYAHKAN perusuhnya.

Ketika Bapak Presiden, berucap .. " Negara  dan seluruh rakyat tidak pernah takut dan tidak akan pernah memberi  ruang ke terorisme.." 

Itu berarti ruang penyebaran ketakutan  harus dinihilkan. Tidak ada foto-foto mengerikan yang disebar.  Sebaliknya narasi teganya orang tuanya yang sampai mengajak anak-anaknya  menjadi pembom tanpa hak mereka memilih adalah kekejaman tak terperi.  Jangan ada anggapan mujahid berbaju surga bagi teroris. Teroris tidak  ada di agama manapun, mengapa dia berhak ke surga ?

Ketika Bapak  Presiden Joko Widodo, makin geram, tanpa ragu memerintahkan,"..saya  tegaskan kita akan lawan terorisme, akan kita basmi sampai ke  akar-akarnya! "

Perhatikan kalimat sekeras itu terakhir adalah  yang keluar dari Jenderal Suharto saat akan membasmi PKI pada aksi  pengkhiatannya. Maka aksi tembak ditempat menjadi sah, bagi aparat.  Bukan kita bangsa Indonesia yang takut, tapi mereka yang harus pergi  dari negeri ini. Terlalu lama dan cukup, untuk teroris yang tidak tau  dikasih kesempatan hidup di negeri nan permai ini. Kalau tak mau tobat,  terlambat untuk kata selamat.

Ya, memang ada sedikit pengganjal yang mungkin menjadikan para teroris  berpesta. Tarik ulur revisi UU terorisme. Bangsa kita memang terlalu manis. Dulu ketika ISA diberlakukan di Malaysia, dedengkot gerombolan  Nurdi M Top ngacir ke bumi persada. Anehnya, sudah ngebom masih saja ada  yang memujanya sebagai suhada. 

Cukup maka sang Kepala Negara  memberi ultimatum," Kalau nantinya di Bulan Juni di akhir masa sidang  ini belum segera diselesaikan, saya akan keluarkan Perpu..." Maka menyatulah nanti semua kekuatan negeri ini.

Narasi-narasi kita adalah narasi keberanian, kewaspadaan, dan bukan  ketakutan. Arek Suroboyo adalah pemenang pertempuran paling brutal sepanjang sejarah dunia sehingga 10 Nopember ditahbiskan sebagai hari  Pahlawan. Maka kita adalah warga bangsa yang cinta damai tapi juga tak akan memberi ampun pada siapapun yang memberi ancaman bagi  perikehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline