Tak ada negara yang tidak pernah berhutang. Bahkan negara besar sekaliber Amerika sekalipun juga punya hutang. Bantuan luar negeri ini sudah menjadi aspek yang wajar dalam konteks ekonomi pendanaan pembangunan. Di jepang misalnya, untuk mengembalikan lagi negaranya yang lumpuh setelah kalah telak pada PD II melakukan hutang luar negeri.
Hal ini juga dilakukan Jerman yang kalah perang untuk pembangunan negaranya. Negara Indonesia sebagai negara berkembang yang masih banyak membangun berbagai sarana dan prasarana pun tanpa perkecualian juga punya utang.
Bahkan tak dapat dipungkiri bahwa utang luar negeri (ULN) menjadi hal yang sangat krusial sebagai modal salah satu sumber pembiayaan pembangunan perekonomian nasional.
Namun meski selama ini hal tersebut menjadi faktor pendukung bisa berjalannya mobilitas perekonomian, sebagian besar masyarakat masih tidak paham dengan posisi utang negara. Akibatnya sering kita jumpai kritik yang menyalahkan pemeritah selaku pemangku kebijakan yang dianggap tidak bisa memanajemen utang negara hingga jumlah nominalnya begitu fantastis. Angkanya mencapai triliunan Rupiah dan menimbulkan kekhawatiran.
Padahal tanpa kita sadari pengadaan infrastruktur seperti jembatan, fasilitas publik, dan jalan bisa terwujud berkat adanya sumber pembiayaan lain berupa bantuan dari luar negeri atau utang negara.
Pembangunan daerah-daerah tertinggal yang getol dilakukan pemerintah juga tidak dapat terlaksana secara mulus jika tidak disokong dari utang negara. Yang terjadi sebenarnya, pemerintah berusaha keras memperbaiki kondisi perekonomian negara dan struktur utang Indonesia.
Akan tetapi karena stigma utang yang memiliki konotasi negatif, dalam pandangan masyarakat awam utang negara hanya membawa dampak yang tidak baik bagi perekonomian Indonesia.
Untuk menyikapi topik utang luar negeri ini tidak boleh hanya dilihat dari logika politik. Diperlukan pula pemahaman di bidang ekonomi, sehingga nantinya tidak menimbulkan misinterpretasi. Oleh karena itu ada baiknya jika kita mengenali terlebih dahulu hakikat dari utang negara.
Utang Luar Negeri atau ULN dapat didefinisikan sebagai utang penduduk (resident) yang berdomisili di suatu wilayah teritorial ekonomi kepada bukan penduduk (non-resident).
Bentuknya bisa dalam valuta asing dan/atau rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. ULN mencakup sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan sektor swasta dalam bentuk diantaranya pinjaman (loan agreement), utang dagang (trade credit), surat utang(dept securities), kas dan simpanan (currency and deposits), dan kewajiban lainnya.
Pinjaman luar negeri (loan) ini merupakan penerimaan negara, baik yang berupa devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang mesti dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.