Awal terbentuknya Kampung Loloan ini dikarenakan kedatangan suku Bugis dan Makasar pada tahun 1653-1655, kemudian disusul lagi pada tahun 1660-1661, ketika terjadinya pertempuran antara Makasar dengan Belanda. Mereka semua berasal dari kerajaan dari Sulawesi antara lain Goa, Ternate, Sopeng, dan Bajo(karim, 2016:17).
Mereka berlayar dengan perahu pisinis dan Lambo (semacam perahu layer) kapal ini dilengkapi dengan pesenjataan seperti meriam,senapan api, Kris, dan lain lain. Laskar Makasar tersebut tesebut melabu di pantai Air Kuning, tidak jauh dari 7km dari Loloan. Perkembangan selanjutnya, sekitar tahun 1669 muncul 4 orang ulama besar yang juga ahli dalam pengobatan tradisional. Adapun nama mereka yaitu H.Mohammad Yasin dari suku Bugis, H. Syihabuddin dari suku Bugis, Dawam Sirajuddin atau lebih dikenal dengan Buyut Lebai dari Sarawak, Malaysia, dan Datuk Guru dari Yaman. 23 Di sini mereka menetap dan berkumpul bersama penduduk asli.
Ketika I Gusti Agung Alit Takmung dinobatkan menjadi Raja Jembrana bergelar Anak Agung Ngurah Jembrana, marga suku Arya dan Bugis bersatu padu membangun Kerajaan Jembrana. Dengan bantuan kapal laut Bugis dan Makassar yang berlayar ke Palembang, bahkan ada yang kembali ke Goa untuk menambah jumlah kapal dagang, pemerintahan Jembrana mampu berkembang cukup maju, sebanding dengan kerajaan-kerajaan lain di Bali.
Masuknya Islam di Jembrana juga tidak terlepas dari nama Syarif Abdullah Bin Yahya al-Qadri, seorang panglima perang angkatan laut dari Kesultanan Pontianak (Kalimantan), yang merupakan adik dari Syarif Abdurrahman al-Qadri, Sultan Pontianak.Pada tahun 1799, Sultan Pontianak, Syarif Abdurahman al-Qadri, membuat perjanjian damai dengan Belanda. Tapi Sharif Abdullah bin Yahya al-Qadri menolak kesepakatan itu. Akhirnya ia meninggalkan Pontianak dengan armada bersenjatanya, saat melawan armada Belanda di tengah lautan, menuju Ternate Pasukan Syarif Abdullah bin Yahya al-Qadri juga berhasil melumpuhkan lawannya, Belanda. Penggerebekan tidak berhenti sampai di situ, dan setelah sampai di Ternate, ternyata Belanda masih berada di belakang, mengejar armada Syarif Abdullah dan para pengikutnya. Untuk menghindari perang di Ternate, Syarif Abdullah dan pasukannya melanjutkan perjalanan ke Bali.
Tahun 1799, armada milik Tentara Pontianak mulai memasuki Kuala Prancak, kemudian berlabuh di Sungai Air Kuning. Setelah menetap beberapa lama dan berunding dengan seluruh tokoh Islam suku Bugis dan Makassar di sekitar Air Kuning, Syarif Abdullah dan anak buahnya datang dari berbagai negara seperti Pahang, Terengganu, Kedah dan Johor, serta beberapa keturunan Arab. Sungai Ijo Gading menuju Syahbandar, Teluk Bunter.
Karena pemandangan alam di sekitar kelokan sungai sangat indah, setiap kali saya melewati kelokan sungai, saya akan berteriak "Liloan...! Liloan..." yang artinya kelengkungan (Kalimantan). Dari sinilah lahir nama Loloan, sekaligus tempat Syarif Tua (gelar Syarif Abdullah) dan para pengikutnya bermukim dan kemudian melahirkan komunitas muslim yang bertahan hingga saat ini. (karim, 2016:19). Loloan terbagi menjadi dua yaitu Loloan Timur dan Loloan Barat yang dipisahkan oleh sungai Ijo gading.
Rujukan
Karim,M,A.(2016). Toleransi Umat Beragama di Desa Loloan, Jembrana, Bali (Ditinjau dari Perspektif Sejarah). Analisis, Volume XVI, Nomor 1, 17-19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H