Lihat ke Halaman Asli

Organisasi Tanpa Konflik? Bagaikan Alunan Musik Rock Tanpa Drum

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik ? apa itu konflik ? tentunya pandangan mengenai pengertian konflik menurut berbagai pendapat tentunya beragam, namun menurut salah satu artikel, ada kebenaran umum yang sering dipakai untuk menjelaskan konflik dalam kajian komunikasi. Disebutkan bahwa, konflik itu adalah konsekuensi dari interaksi. Kalau tidak berkonflik, ya jangan berinteraksi. Atau juga bisa diartikan, kalau masih punya kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia, mau tidak mau, kita harus siap menghadapi konflik. Ada pepatah yang isinya kurang lebih mirip seperti kebenaran umum tersebut, pepatah itu mengatakan, jika kita mengharapkan adanya seseorang yang jiwa dan raganya 100% sempurna seperti yang kita inginkan, karena kita mengkhawatirkan konflik atau lainnya, caranya simpel. Kita tinggal mengunci kamar dan tinggal sendirian di dalam. Dijamin pasti tidak akan pernah berkonflik dengan  manusia manapun. Menurut salah satu sumber, Oleh Horney (Our inner conflict: 1945) mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu pada dasarnya bisa digolongkan menjadi tiga di bawah ini:

1.  Kita butuh bergerak mendekati orang untuk mendapatkan cinta

2.  Kita butuh menjauhi orang untuk mendapatkan kebebasan dan kemandirian

3.  Kita butuh  menentang orang untuk menunjukkan kekuatan

Meski penjelasan di atas tampak ekstrem atau sepertinya hitam-putih, tapi kalau melihat realitas kehidupan organisasi sehari-hari, baik dari skala paling mikro sampai ke paling makro, memang konflik itu lebih sering merupakan kenyataan yang sulit dihindari. Apalagi jika kita mengalami konflik dalam berorganisasi, membuat apa yang harus dilakukan atau dilaksanakan terkait dengan organisasi yang kita jalani terasa berat untuk dijalani. Memulainya pun sepertinya malas atau ragu karena adanya konflik tersebut.

Meskipun konflik itu tetaplah konflik, tapi kalau dilihat dari efeknya, menurut suatu sumber yang pernah saya baca, kita bisa membedakan sedikitnya menjadi dua. Pertama, adalah konflik yang masih fungsional. Konflik dikatakan fungsional ketika materi yang konflikkan itu terkait dengan perbedaan tentang bagaimana memacu organisasi untuk lebih maju lagi. Kedua, adalah yang sudah disfungsional. Konflik akan dikatakan sudah disfungsional ketika telah mengarah kepada penyerangan, pemboikotan, atau penghinaan antar anggota organisasi. Biasanya, konflik semacam ini terjadi ketika konflik itu sudah mendewakan kepentingan pribadi-pribadi di atas kapal organisasi, menempuh cara-cara penyerangan secara dibalik layar atau melalui skenario keji. Pihak yang paling dirugikan pertama kali sebetulnya adalah organisasi.

Apa yang membuat organisasi itu sangat rentan terhadap munculnya konflik? Secara sebab-sebab umum, konflik dalam organisasi itu sering dipicu oleh beberapa hal seperti misalnya, definisi tanggung jawab atau tugas yang tidak jelas, tidak disepakati secara jelas, atau tidak dijalankan dengan jelas. Semua ketidakjelasan ini sangat merentantankan terjadinya tabrakan antarindividu dalam organisasi. Meskipun pasti tidak ada organisasi yang sanggup untuk merumuskan seluruh tuntutan dan tugas secara tertulis, tapi pembagian tugas yang bisa dijadikan acuan individu untuk berperan tetaplah perlu. Selain itu semua organisasi pasti mengalami kekurangan sumberdaya. Salah satu penyebab timbulnya konflik dalam organisasi bisa juga dikarenakan oleh hal tersebut. Faktor internal dan faktor eksternal pun dirasa dapat menjadi pemacu tumbuhnya konflik. Dalam faktor internal dapat disebutkan beberapa hal, yaitu diantaranya, kemantapan organisasi. Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak muda terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain. Lalu, sistem nilai. Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar. Lalu, tujuan. Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya. Dan terakhir ialah, sistem lain dalam organisasi, seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain.

Sedangkan pada faktor eksternalnya dapat dijumpai, keterbatasan sumber daya. Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik. Kekaburan aturan/norma di masyarakat. Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak. Lalu, derajat ketergantungan dengan pihak lain. Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi. Dan terakhir, pola interaksi dengan pihak lain.

Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mencegah atau untuk menangani konflik antara lain, introspeksi diri. Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ?, Gaya apa yang biasanya digunakan?, Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita ?. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita. Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.Identifikasi sumber konflik. Sumber konfliksebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik. Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.

Selain penyelesaian konflik tersebut, ada beberapa hal lain yang juga dapat dilakukan dalam menyelesaikan konflik, teruntuk untuk menyelesaikan konflik dalam organisasi di kampus, yaitu mengetahui terlebih dahulu penyebab konflik, kemudian dirundingkan atau dimusyawarahkan mengenai solusinya. Jika musyawarah tidak mencapai mufakat, maka diilakukan voting, dan mengambil solusi dari suara mayoritas. Namun sebelum dilakukan voting ada baiknya disosialisasikan dengan cara yang baik, bahwa suara minoritas harus lapang dada menerima suara mayoritas. Jika voting menimbulkan konflik baru, maka disinilah peran ketua organisasi sangat diperlukan, ambil langkah tegas dalam menyelesaikan konflik namun harus dengan cara bijak dan melakukan pendekatan persuasif kepada mereka yang terlibat konflik. Bicarakan kembali tentang visi dan misi organisasi, agar anggota sadar bahwa kita memiliki visi dan misi yang sama dalam organisasi, dan sebaiknya kita mengedepankan visi dan misi dibanding ego pribadi. Peran ketua atau pemimpin sangat mempengaruhi kinerja suatu organisasi.

Konflik memang sering terkesan negatif. Namun dibalik itu semua sebenarya ada hikmah yang dapat kita ambil dari terjadinya konflik tersebut. Misalnya, kita lebih berhati-hati lagi dalam mengambi keputusan, lebih menghargai pendapat orang lain, lebih dewasa dari usia dalam menyelesaikan atau menyikapai suatu permasalahan, dan masih banyak lagi hikmah positif yang dapat kita ambil dari terjadinya konflik. Dan berorganisai tanpa konflik rasanya sangat mustahil sekali dapat terwujud. Mungkin dapat diibaratkan, organisasi tanpa konflik, bagai sayur tanpa garam, dan bagaikan musik rock tanpa tabuhan drum.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline