Lihat ke Halaman Asli

Fitriya Nurul Hasanah

Mahasiswa PPG Prajabatan Bahasa Indonesia Gel.2 Tahun 2023

Mengatasi Ombak Kekerasan: Pemikiran Terkini untuk Pendidikan yang Lebih Aman

Diperbarui: 19 Januari 2024   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kekerasan di sekolah bukanlah isu baru. Kejadian seperti tawuran antar pelajar, kasus pelecehan serta kasus yang baru-baru ini terjadi adalah kasus perundungan, yang di mana perundungan tersebut dialami oleh salah satu siswa SMA di Tangsel. Siswa tersebut dirundung oleh alumni hingga jatuh ke tempat sampah dan terluka. Kasus perundungan ini telah menjadi sorotan media dan menjadi keprihatinan bersama. Tidak sedikit insiden kekerasan dialami oleh siswa di Indonesia. Mungkin saja masih banyak kasus kekerasan di sekolah belum terungkap pada saat ini, bahkan ironisnya ada pula kasus kekerasan yang  ditutupi oleh pihak sekolah, dengan berdalih takut nama sekolah akan tercoreng buruk oleh masyarakat. Seperti contoh kasus kekerasan yang dialami siswa SD yang dimana mata siswa tersebut ditusuk oleh kakak kelasnya menggunakan tusukan pentol.  Penting bagi kita untuk memahami bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung, tempat di mana nilai-nilai positif dan etika bersosialisasi seharusnya tumbuh dan berkembang. Namun, kenyataannya seringkali berbeda. Kekerasan di sekolah dapat merusak iklim pendidikan dan membentuk karakter yang tidak sesuai dengan semangat pembelajaran.

Dalam menghadapi realitas ini, pemikiran Ki Hadjar Dewantara, pionir pendidikan Indonesia, menjadi landasan penting. Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan itu seharusnya menjadi jembatan menuju pembebasan dan pemerkasaan individu. Sebagai bangsa yang tengah berusaha mengejar kemajuan di berbagai bidang, pendidikan harus menjadi solusi bagi masalah kekerasan di sekolah, bukan bagian dari permasalahannya.

Bapak pendidikan mengemban semboyan "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani." Semboyan ini mengajarkan untuk memahami tentang diri sendiri, menggali potensi diri, dan kemudian mendorong diri menuju tindakan yang membawa manfaat bagi diri sendiri serta masyarakat. Kita dapat melihat kaitan langsung antara semboyan ini dengan peristiwa kekerasan yang ada di sekolah. Ki Hadjar Dewantara, dengan penuh keyakinan, menekankan bahwa pendidikan bukanlah sekadar proses memberi ilmu pengetahuan dari seorang guru ke peserta didik, melainkan mengembangkan kepribadian dan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Apakah kekerasan di sekolah mencerminkan semangat pendidikan semerdekakan ini? Jelas, tentu saja tidak. Oleh karena itu, kita perlu untuk merefleksikan kembali pendekatan pendidikan kita agar sesuai dengan visi ini.

Kodrat alam juga menjadi cermin bagi pendidikan yang inklusif. Mengakui dan menghargai keberagaman di sekolah menjadi langkah awal yang penting. Pemupukan budi pekerti sebagai nilai moral melalui pendekatan empati dan tanggung jawab dapat menjadi solusi untuk mencegah tindakan kekerasan di kalangan peserta didik. Pentingnya nilai-nilai budaya luhur sebagai landasan dalam menanggapi kekerasan tidak boleh diabaikan. Pemahaman dan penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan belajar yang sejahtera.

Manusia Indonesia, dengan identitasnya sebagai manusia pancasila dan manusia religius, menegaskan pentingnya nilai-nilai moral dan spiritual dalam menghadapi kekerasan. Pendidikan di Indonesia harus berperan sebagai wadah untuk menggali, menanamkan, dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Hal ini bertujuan membentuk karakter peserta didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kualitas moral yang tinggi. Melalui integrasi nilai-nilai luhur, sinergi antara berbagai nilai dan prinsip pendidikan dapat terbentuk. Hanya dengan pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai ini, kita mampu membentuk masa depan pendidikan yang lebih baik. Sekolah harus menjadi tempat yang sejati memerdekakan potensi setiap anak bangsa, menjauhkan mereka dari kekerasan, perundungan dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.

Dalam menghadapi peristiwa kekerasan di sekolah, kita harus mampu menerapkan nilai-nilai pendidikan yang telah diuraikan di atas. "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" harus menjadi panduan dalam merancang sistem pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan, namun dapat pula membentuk karakter yang berakhlak mulia.

Kita berharap agar melalui implementasi nilai-nilai ini, sekolah di Indonesia dapat menjadi tempat yang benar-benar mendidik dan membentuk generasi yang lebih baik. Dengan memahami dan menginternalisasi nilai-nilai pendidikan Ki Hadjar Dewantara, kita dapat membuka jalan menuju pendidikan yang sesuai dengan semangat kemerdekaan dan keadilan. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau sekolah saja, tetapi juga tanggung jawab masyarakat secara keseluruhan. Sebagai manusia Indonesia, mari kita bersama-sama merangkul semangat pendidikan yang semerdekakan dan menjadikan kekerasan di sekolah sebagai tantangan yang dapat kita atasi bersama. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan impian dari bapak Pendidikan yaitu Ki Hadjar Dewantara, di mana setiap anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Mari kita wujudkan bersama!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline