REVIEW SKRIPSI "HUKUM MENIKAHKAN ANAK PEREMPUAN LUAR NIKAH OLEH AYAH BIOLOGISNYA MENURUT IMAM SYAFI'I"
OLEH: MISS HARANEE DENMANI
REVIEWER : FITRI NOVITASARI [ 222121143/HKI-4D]
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Zariyat ayat 49, perkawinan adalah sunnatullah dan harus dilakukan. ditunjukkan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah memiliki pasangan. Orang-orang yang telah menikah dapat menghindari bahaya melakukan zina dan dapat menenterankan kehidupan. Jika kita ingin hidup bahagia, kita harus menikah karena itu adalah ibadah. Salah satu hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk kebaikan semua manusia adalah syariat pernikahan. Ini dibuat untuk melepaskan nafsu birahi manusia secara teratur, yang menghasilkan keturunan yang baik dan menciptakan rumah tangga yang damai, mawaddah, dan rahmah.
Dalam bahasa, "nikah" berarti gabungan atau campuran. Meskipun demikian, dalam istilah syariat, nikah didefinisikan sebagai perjanjian antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang menyebabkan hubungan seksual menjadi halal. Pernikahan dilakukan untuk menenangkan jiwa, mewujudkan atau melestarikan keturunan, memenuhi kebutuhan biologis, dan memupuk kesadaran akan tanggung jawab.
Pembicaraan tentang perkawinan tentu tidak lepas dari setatus anak yang dilahirkan, Anak-anak yang dilahirkan sebagai hasil dari hubungan suami istri---baik yang dilahirkan sebagai hasil dari hubungan suami istri yang terikat dengan ikatan perkawinan yang sah maupun yang tidak. Dalam hukum Islam, hubungan suami istri antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat dengan ikatan perkawinan disebut "zina".
Asal usul anak merupakan dasar untuk menujukkan adanya hubungan kemahraman (nasab). Demikian yang diyakini dalam fiqh sunni. Karena para ulama sepakat bahawa anak zina, hanya mempunyai hubungan nasab kepada ibu dan saudara ibunya. Mengenai status anak zina ini ada tiga pendapat, yaitu : Menurut Imam Malik dan Syafii, anak zina yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu bapanya, anak itu dinasabkan kepada bapanya. Jika anak itu di lahirkan sebelum enam bulan, maka dinasabkan kepada ibunya, karena diduga ibunya itu telah melakukan hubungan seks dengan orang lain. Sedang batas waktu hamil, paling kurang enam bulan. Menurut Imam Abu Hanifah anak zina tetap dinasabkan kepada suami ibunya (bapanya) tanpa mempertimbangkan waktu masa kehamilan si ibu. Jadi menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap dinasabkan kepada bapaknya. Maka bapaknya tidak boleh menikah dengan anak zina itu. Berbeda dengan pendapat Imam Syafii bahwa anak zina yang lahir sebelum enam bulan dari pernikahan ibu bapanya anak itu dinasab kepada ibunya saja. Fuqaha sependapat bahwa wanita yang diharamkan untuk dikawin dari segi nasab ada tujuh kesemua ada tersebut dalam al-quran, yaitu ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan ayah, saudara perempuan ibu, anak perempuan saudara perempuan, dan anak perempuan saudara laki-laki.
B. Alasan memilih judul ini?
Karena termotivasi dari lingkungan sekitar yang banyak anak-anak terlahir di Luar perkawinan dan saat mereka ingin menikah justru mereka tidak mengetahui hukum menjadikan ayah mereka sebagai wali nikah. tinggi nya pernikahan yang disebabkan oleh kehamilan diluar nikah namun tidak mengetahui hukum dari anak yang dilahirkan tersebut.
C. REVIEW ISI