Sumber gambat: https://www.nu.or.id/daerah/bantu-petani-mesin-perontok-padi-karya-pemuda-nu-ciamis-diproduksi-massal-RFeGu
Semakin berkembangnya zaman dan teknologi, tenaga manusia sering kali teralihkan oleh mesin yang canggih. Selain memberikan dampak positif, perkembangan teknologi juga membawa dampak negatif yang dirasakan oleh rakyat miskin di daerah pedesaan. Dimana mereka tidak mampu untuk membeli alat yang canggih untuk untuk mengikuti pemanenan padi. Terlebih orang-orang yang tidak memiliki lahan atau sawah. Mereka hanya ikut memetikkan padi milik orang yang mempunyai lahan, kemudian di beri imbalan bagian dari Sebagian padi-padi yang di petik tersebut, sesuai kesepakatan atau ketentuan di daerah tersebut. Dalam Bahasa jawa sering di sebut dengan istilah mbawon.
Tradisi mbawon sudah melekat di daerah jawa tengan, yang sebagian besar penduduknya berprofesi petani. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang saling menguntungkan untuk kedua belah pihak baik untuk kaum petani maupun buruh taninya. Pembagian hasil mbawon biasanya sesuai kesepakatan antara pembawon dan pemilik lahan padi di daerah masing-masing, karena setiap daerah memiliki pembagian yang berbeda beda. Istilah pembagiaannya di sebut mara/maro. Misalnya mara pitu artinya Ketika mendapatkan 7 karung padi, maka 6 karung padi untuk pemilik lahan dan 1 karung padi untuk pembawon. Dari hal tersebut dapat di lihat bahwa dalam sistem pertanian terdapat nilai konservasi sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri, mereka harus saling membantu untuk mencapai kebutuhan hidup mereka.
Namun mirisnya, bagi petani miskin yang tidak memiliki alat canggih mereka akan mendapatkan hasil sedikit. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi hasil panen petani yang jarang di ketahui, yaitu relasi di masyarakat. Karena sistem yang sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Zaman dahulu pemilik sawah secara umum siapa saja boleh ikut memanen padi miliknya, namun sekarang kebanyakan yang memanen padi hanya orang-orang yang di perintah oleh pemiliknya.
Alat yang banyak di gunakan oleh para petani yaitu di kenal dengan mesin rontok padi. Para buruh tani lebih memilih mesin yang canggih dan proses yang lebih cepat, sehingga tenaga kaum petani sedikit di gunakan. Buruh tani yang memiliki mesin tersebut akan memilih memetik padinya sendiri dengan mesin karena akan mendapatkan hasil yang lebih banyak karena tidak di bagi dengan kaum penbawon. Disamping itu, kaum tani yang tidak memiliki mesin rontok padi akan kalah cepat dengan petani yang memiliki mesin tersebut, karena mereka bisa lebih cepat menyelesaikan tahap penggepyokan yang di ganti dengan tenaga mesin. Sehingga para tani bisa pindah ke lahan yang lain untuk memetik padi milik buruh tani yang lain.
Dari hal-hal yang di jelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa para petani perlu mengimbangi adanya modernisasi dalam sistem pertanian, agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. Disamping itu, masih perlu adanya peningkatan konservasi sosial dalam sistem pertanian di zaman modern ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI