Lihat ke Halaman Asli

Cinta Kita?

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta itu wajar-wajar saja, manusiawi. Banyak definisi tentang cinta bahkan ada yang tak bisa mendefinisikannya. Bagaimana cinta terhadap tanah air ? Apa sih yang kita cintai dari tanah air kita ? bumi, budaya, produk, suku, adat, atau orang-orang didalamnya ?

Mari kita lirik kembali cinta kita pada tanah air. Apa yang kita gunakan saat ini ? masihkah kita bangga dengan kalimat “made in indonesia” ? acara TV apa yang sering kita tonton? Apa boy band masih jadi trend ? Film luar jadi beken ? nyanyi lagu barat jadi keren ?

Apa yang dirasakan saat memakai barang merek impor ? bagaimana perasaan kita saat memakai produk dalam negeri? Bandingkan, ada perbedaan yang mencolok antara keduanya. Mengapa produk luar negeri lebih diminati ?

Memprihatinkan memang realita yang kita hadapi saat ini, dari Sabang sampai Merauke menggembor-gemborkan cinta tanah air, namun dihand phone masih berderet rapi lagu-lagu luar negeri bahkan hafal, kalau tidak hafal dibela-belain mencari liriknya. Sedang untuk lagu kebangsaan, Indonesia Raya, Bagimu Negeri apakah mulut kita masih fasih? Mungkin bagi anak-anak yang masih berkecimpung didunia sekolah lagu-lagu tersebut masih akrab dibenaknya, namun bagi saudara-saudara kita yang sudah menginjakkan diri mereka kedalam dunia kerja bahkan tenggelam didalamnya, tidak sedikit mereka melupakan sebagian dari lirik lagu Indonesia raya. Ternyata ada juga mahasiswa yang melupakan lagu-lagu kebangsaan Negara ini, namunlagu luar negeri fasih dilantunkannya . apa yang terjadi ditanah air ini ?

Untuk industri hiburan di Indonesia saat ini memang telah mengalami kemajuan pesat, dilihat dari berbagai musisi baru yang muncul dipermukaan kancah hiburan, namun coba kaji ulang, mayoritas acara yang disajikan berklibat pada negara seberang, dari boyband, girlband sampai reality show. Apa yang salah dengan budaya Indonesia. Disetiap sudut kota ramai dengan berbagai kebudayaan yang dipromosikan, namun tidak terasa secara perlahan budaya Indonesia mulai dijajah, dilihat dari budaya Indonesia terdahulu yang sangat menjunjung tinggi etika sopan-santun, berbakti kepada orang tua, gotong royong, berpakaian rapi dll. Telah dirubah secara perlahan oleh para turis manca negara yang berbudaya liberal. Hasilnya dapat kita lihat sekarang anak-anak kota yang telah tercemari dengan budaya-budaya yang jauh dengan jati diri Indonesia, dengan alasan open minded mereka mempertahankan hal diluar norma dan nilai. Asas liberal yang fanatik dan melenceng dari budaya Indonesia telah merasuk sedikit demi sedikit ke dalam pori-pori jiwa para penerus bangsa.

Media, apakah salah media ? apa karna kurangnya produktivitas ? atau kurangnya kreativitas ? dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia bersemangat meneriakkan 100% cinta Indonesia, namun media cetak ataupun elektronik tak gentar mempromosikan produk luar, dari peralatan rumah tangga sampai wisata kenegeri seberang, hingga warga kita dengan bangga memamerkan barang-barang impor yang mereka miliki menyombongkan diri dengan kata-kata yang berimbuhan “luar negeri” tas luar negeri, sepatu luar negeri, wisata keluar negeri, lagu luar negeri dll. Dukungan media untuk mempromosikan produk luar dengan berbagai janji yang menggiurkandan image tinggi yang melekat jika menggunakan merek tersebut, mengakibatkan berbagai kalangan berbondong-bondong menyerbu produk yang media tawarkan . Keberhasilan media dalam menanamkan persepsi kebutuhan yang bertubi-tubi terhadap sesuatu yang ditawarkannya, mengakibatkan konsumerisme yang berklibat pada dunia luar dan menumbuhkan rasa cinta yang berkecanduan. Dari kalangan menengah ke atas pun tak ketinggalan ingin memiliki produk tersebut.

Mari renungkan kembali apa yang dapat kita perbuat untuk tanah air tercinta ini, jika kita mengakui dan bangga bahwa kita adalah putra-putri bangsa Indonesia. Kita sadar saat ini Indonesia memerlukan pratik nyata nasionalisme para penerusnya. Bukan hanya suara, aksi anarkis, atau apapun aksi nasionalisme tanpa bukti nyata dalam negeri ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline