Setiap orang berhak bahagia dan bebas dari belenggu ketakutan masa lalu. Pemikiran inilah yang menjadi alasan mengapa saya menulis novel Minaudiere. Hal itu saya gambarkan melalui lima tokoh dalam novel ini. Kelimanya memiliki masa lalu dan “tak sengaja” bertemu dalam suatu episode kehidupan. Cinta, amarah, obsesi, kebencian dan dendam pun saling berbenturan, sehingga menimbulkan serangkaian konflik tak terduga.
Minaudiere sendiri merupakan sebuah simbol. Clutch (tas tangan) yang sering disebut-sebut sebagai sebuah karya seni berkat tampilannya yang memukau ini, melambangkan kecemerlangan hidup. Siapa saja berhak memilikinya, tidak terkecuali seorang gadis yang bernama Adia.
Sebagai seorang gadis, Adia sepatutnya bersyukur. Cantik, cerdas, dan dikagumi banyak orang merupakan “bonus” yang tidak dimiliki oleh semua orang. Setidaknya, itulah yang dipikirkan oleh Tyas, teman serumah sekaligus sahabatnya. Tak ada yang tahu, bahwa di balik semua itu, Adia memiliki masa lalu yang ingin dikuburnya dalam-dalam. Luka itu terus membayanginya lewat mimpi-mimpi buruk yang menggelisahkan.
Bermula dari paket bersampul cokelat dari seorang lelaki misterius pada hari ulang tahunnya, rentetan peristiwa mulai meneror kehidupan Adia. Satu per satu orang-orang dari masa lalunya hadir kembali. Persekongkolan dan intrik harus dihadapinya. Ia nyaris terluka untuk keduakalinya. Kebimbangan lalu menggerogoti hatinya. Namun, pada akhirnya, sebuah pilihan harus tetap diputuskan.
Perjalanan Minaudiere
Naskah novel ini sendiri selesai ditulis pada tahun 2015. Saya membutuhkan waktu selama 4 bulan untuk merampungkannya. Kemudian saya membiarkan naskah ini “tidur” di dalam laptop dan "menjenguknya" sesekali sembari mulai menulis naskah lainnya. Sepanjang tahun 2016, naskah Minaudiere sendiri telah mengalami revisi berkali-kali. Hal ini semata-mata karena saya menginginkan naskah ini benar-benar menjadi “Minaudiere” di hati pembacanya. Namun, tak ada gading yang tak retak. Ketika memasuki proses lay out hingga cetak, beberapa kata dalam naskah asli mengalami perubahan, terutama pada pemenggalan kata. Saya sungguh berharap, kekeliruan ini dapat diperbaiki pada edisi revisi nanti.
Minaudiere dan Para Sahabat
Sama halnya dengan buku kumcer Sebut Aku Iblis yang diterbitkan pada akhir tahun 2015 lalu, novel ini mendapat sambutan baik dari para sahabat. Hal ini merupakan kebahagiaan yang tak ternilai. Berkat novel ini, saya berkesempatan bertemu dan berbincang-bincang dengan sahabat lama semasa SMU. Minaudiere seolah menghadirkan nostalgia persahabatan kami di masa lalu.
Minaudiere juga hadir di antara sahabat kompasianer, khususnya kompasianer Medan (Komed). Kopdar hangat sore itu sungguh mengeratkan tali persahabatan. Perbincangan penuh makna yang terjalin kiranya akan semakin menggairahkan aktivitas komunitas ini ke depannya.
Para sahabat di Rumah Pena Inspirasi Sahabat (Rumpies The Club) tak ketinggalan ikut memeriahkan kehadiran novel ini. Sebagai komunitas fiksi, RTC telah menerbitkan beberapa antologi. Secara perseorangan, baik admin maupun Sahabat Rumpies juga tergolong aktif menerbitkan buku. Semoga saja hadirnya Minaudiere semakin menggugah keinginan untuk menerbitkan buku, khususnya novel.
Sambutan para sahabat di lingkungan pekerjaan maupun media sosial juga sangat menggembirakan. Bagi saya, dukungan para sahabat dan keluarga adalah penyemangat untuk terus belajar demi melakukan perbaikan-perbaikan di masa depan.