[caption caption="Sumber Ilustrasi: mefra01.wordpress.com"][/caption]
Minggu pertama (terinspirasi puisi)
Selamat malam, Maret! Perkenankan aku menulis secuil kisah pertemuan. Berawal dari puisi di tepian hayat yang ingin dilupakan. Lalu berakhir miris untuk dikenang. Pun tak pantas untuk diperbincangkan. Karena rangkaian aksara telah diberangus dan mengabu oleh amarah. Tersulut percikan-percikan yang tak ingin dipadamkan atau sedari awal memang nyalanya tak ingin padam.
Mengapa? Entahlah. Mungkin karena hujan Januari telah lampau. Tak sudi menghampiri rindang pepohonan sekadar berbagi kesejukan. Terlebih mengingat jejak-jejak kehangatan rindu di sela-sela pekat malam. Kebencian memporakporandakan ketulusan. Tarian murka telah berkali-kali dipentaskan. Langkah terayun menggetarkan perang. Luka-luka baru pun tercipta. Demi apa? Jangan tanyakan, karena aku benar-benar tak tahu.
Januari, Februari, berakhir Maret. Kepalaku dipenuhi denyut rima dan diksi. Meluap-luap ingin dicurahkan. Malangnya, berbuah cerita tak selesai yang mengisi lembaran-lembaran sunyi. Pekat beraroma nyeri, sepekat perih yang takkan lekang. Perih abadi tiada bertepi. Mungkin hingga aku bertemu kembali ribuan Januari. Menjemput tetes-tetes hujan yang membanjiriku dengan rindu dan pilu.
Maaf, Maret. Janganlah marah. Izinkan aku menuliskan secuil kisah. Ini cuma kisah Januari yang terlewati dan baru sempat kutuliskan malam ini. Setelah usai dengan pertemuan, masih bolehkah aku menuliskan tentang perpisahan? Sedikit saja. Tentang perpisahan malam ini. Perpisahan yang selama hayat akan meninggalkan jejak sepi, luka dan air mata.
***
Tepian DanauMu, 3 April 2016
Sumber Inspirasi:
Januari Tak Bertepi