Baru-baru ini Indonesia digegerkan dengan kasus korupsi senilai 271 Triliun. Korupsi sebanyak 271 triliun merupakan jumlah yang sangat besar dan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat dan ekonomi suatu negara. Hal ini mengindikasikan tingkat korupsi yang sangat tinggi dalam sistem, yang dapat menyebabkan dampak negatif yang berkelanjutan terhadap berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Dugaan korupsi ini bertajuk pada PT. Timah TBK. Diduga korupsi ini telah berlangsung sejak tahun 2018. Parahnya lagi yang menjadi tersangka dalam kasus ini ialah merupakan direktur dari PT. Timah TBK sendiri, didalamnya terdapat Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 yaitu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Keuangan TINS periode 2017-2018 Emil Ermindra, dan Direktur Operasional TINS periode 2017, 2018, dan 2021 Alwin Albar. Selain itu ada 16 tersangka yang diungkap oleh kejagung. 16 tersangka tersebut yaitu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2018, Alwin Albar (ALW) selaku direktur operasional PT Timah Tbk., Suwito Gunawan (SG) Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa, MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa, Hasan Tjhie (HT) selaku Dirut CV Venus Inti Perkasa (VIP), Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan komisaris CV VIP, Robert Indarto (RI) sebagai direktur utama (Dirut) PT SBS, Tamron alias Aon (TN) sebagai pemilik manfaat atau benefit official ownership CV VIP, Achmad Albani (AA) selaku manager operational CV VIP, Suparta (SP) selaku Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT), Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan PT RBT, Rosalina (RL) selaku General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Swasta Toni Tamsil, Helena Lim, Manager Marketing PT Quantum Skyline Exchange (QSE) dan Harvey Moeis, perwakilan PT RBT.
Tindak pidana bagi para koruptor di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan disinergikan dengan KUHP. Adapun hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi PT.Timah Tbk salah satunya kepada Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tim (RBT) yang berkomunikasi dengan seorang pejabat senior Direktur Utama PT Timah Tbk pada 2018-2019 yang dimana berperan menawarkan beberapa perusahaan untuk menyetujui penambangan timah tanpa izin atau ilegal, yaitu terancam hukuman penjara maksimal seumur hidup, karena telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juga Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 , Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan adanya dugaan korupsi PT.Timah TBK, negara mengalami kerugian sebesar 271 Triliun. Menurut perhitungan ahli lingkungan IPB yaitu Bambang Hero Saharjo itu bahwa kerugian sebesar Rp 271 triliun itu terdiri atas kerugian kawasan hutan dan non-kawasan hutan. Untuk kerugian kawasan hutan jumlahnya mencapai Rp 223 triliun lebih. Dengan rincian kerugian ekologis mencapai 157,83 trliun, kerugian ekonomi lingkungan mencapai 60,29 triliun dan biaya pemulihan 5,25 triliun sehingga total semuanya 223,36 triliun Sedangkan kerugian non-kawasan hutan mencapai Rp 47 triliun lebih. Dengan rincan kerugian ekologis sebesar Rp 25, 87 triliun, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan sebesar Rp 6,63 triliun. Sehingga total kerugian non-kawasan hutan mencapai Rp 47,7 triliun. Jika dijumlahkan maka hasilnya lebih dari Rp 271 triliun.
Perhitungan kerugian tersebut jika dibeberkan dapat berasal dari kerusakan yang disebabkan oleh penambangan timah, pecemaran saluran air yang disebabkan oleh zat kimia dari timah itu sendiri, dan lubang-lubang yang diekploitasi untuk pengambilan timah. Oleh karena itu PT.Timah Tbk wajib membayar kepada negara, sehingga uang itu dapat dialokasikan untuk melakukan pemulihan yang diakibatkan kerusakan oleh pertambangan timah tersebut.
Selain itu, akibat dari korupsi ini menyebabkan tercorengnya wajah penegakan hukum di Indonesia. Dengan begitu maka akan berdampak pada penurunan atau hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan, sehingga berpotensi membawa preseden buruk bagi keberlangsungan usaha dan investasi. Kasus korupsi menjadi pertanda masih lemahnya penegakan hukum. Preseden buruk dari kasus korupsi ini berisiko mengganggu stabilitas makroekonomi Indonesia dan tren investasi yang saat ini masih positif. Oleh karena itu, korupsi berdampak buruk pada perekonomian suatu negara karena menghambat pertumbuhan ekonomi akibat dari multiplier effect rendahnya tingkat investasi.
Untuk memulihkan kerugian yang dialami Indonesia akibat kasus korupsi PT Timah sebesar 271 triliun, langkah-langkah yang perlu diambil harus didasarkan pada prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Pertama, pemerintah perlu menegakkan hukum dengan tegas terhadap para pelaku korupsi, memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil dan transparan. Pemerintah harus menindak tegas sesuai dengan yang tercantum pada peraturan yang berlaku. Selain itu, audit yang meliputi penggunaan dana publik dan proyek-proyek terkait harus dilakukan secara terbuka oleh pihak independen agar akuntabilitas terjamin. Diperlukan reformasi dalam sistem manajemen perusahaan negara seperti PT Timah untuk meningkatkan transparansi dan memperkuat mekanisme pengawasan, termasuk peningkatan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan penguatan mekanisme pengawasan internal dan eksternal. Penguatan institusi anti-korupsi serta pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi juga tidak boleh diabaikan. Terakhir, keterlibatan publik dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan sumber daya publik dan proyek pembangunan merupakan langkah penting untuk memastikan partisipasi aktif dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi. Dengan mengambil langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat membangun sistem yang lebih kuat, transparan, dan akuntabel dalam pengelolaan sumber daya publik serta mencegah terulangnya kasus korupsi di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H