Aku menyisir jalanan ini sendiri. Kulihat banyak orang hilir mudik melintas. Namun suasana terasa sunyi mencekam. Raut wajah mereka redup, kabut menyelemuti wajah mereka. Ada beban berat yang menekan. Tanpa mengerti kenapa ini terjadi .
Beberapa orang mengangis sambil matanya liar melihat kesana kemari . Ada sesuatu yang dicari , ekspresi galau penuh beban. Tak tahu musti bertanya kepada siapa. Lidah mereka kelu tak mampu berkata-kata.
Mereka hanya diam dan terus berjalan menyusuri jalan yang susah dilalui . Jalan yang mulus kini tak berbentuk lagi. Stunami kemarin sore telah meluluh lantahkan segalanya dan mengubah wajah kotaku . Berbagai macam benda menumpuk dan berserakan terbawa air . Bahkan kami kesulitan meski hanya sekadar untuk melintas.
.
Kondisi jalan rusak berat. Aspal terkelupas. Badan jalan tak terlihat lagi, bahkan sudah tak menggambarkan jalan. Tembok bangunan, pintu rumah, pagar, dan berbagai perabot rumah teronggok memenuhi jalanan. . Buah-buahan berserakan dan pohon -pohon tumbang melengkapi pemandangan di jalan ini.
Retakan-retakan panjang dan dalam menganga di mana-mana. Bangkai kapal, puluhan mobil , motor , material - material rumah , seng , papan menumpuk , menjadi satu . Seolah ada kekuatan yang sangat dahsat yang mendorong dan menghempaskannya ke sebuah titik.
Akses jalan menutup rapat . Sungguh pemandangan yang mengenaskan sehingga orang yang lalu lalang kesulitan mencari celah untuk berjalan .
Aku berhenti. Mataku terpaku pada reruntuhan gedung yang menggunung.
Asaghfirullah, Gedung-gedung yang dulu megah dan kokoh . Bagai raksasa sakti penjaga pantai, kini tak berbentuk lagi.
Ngeri mulai menjalar dalam benakku saat akau membanyangkan berapa nyawa yang terpendam di dalam reruntuhan itu.
Kota ini bagai kota mati. Tak ada lagi tanda-tanda kehidupan di sana. Tanpa penghuni. Jenasah berserakan membuat bulu kuduk makin bergidik. Bau anyir mulai tercium di mana-mana.