Lihat ke Halaman Asli

Rapuh

Diperbarui: 29 Agustus 2017   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ku lirik sekilas  arloji ku.. sudah pukul 10.00 WIB.nomor antrian ku masih lama.. waah lumayan masih jauh. Kalau saja tak ingat rumah ku jauh, aku sudah enggan menunggu deretan antrian di Rumah Sakit ini.

Untuk mengatasi kejenuhan, ku alihkan konsentrasi ku ke ponsel. Aku buka-buka secara acak,  WA hanya penuh pesan dari grup yang makin menjamur, ratusan pesan yang belum terbaca, tak tertarik aku membacanya, langsung bersihkan chat, beres.

Aku beralih ke Fb, ah.. sama saja tak ada berita yang menarik, status-status anak muda yang hanya berisi keluhan, atau postingan gambar yang sama sekali gak menimbulkan gairah untuk menikmatinya.

Instagram menjadi sasaran berikutnya, kiriman-kiriman gokil membuat aku tertawa dan sedikit mengalihkan konsentrasiku terhadap rasa yang ku rasakan.Aku makin asyik dan makin tertarik membuka --buka terus.

Ku buka kiriman lama, aku tertawa lirih... mentertawai foto-foto jadul ku, saat aku masih berstatus sebagai mahasiswa, oh... tapi asyik juga menikmati masa lalu,

Satu per satu ku nikmati , tiba-tiba mataku tertumbuk pada seraut wajah, wajah itu yang pernah dekat di hati, yah Hans...  Hans... . Aku hela napas dalam-dalam.

Tiba-tiba bayangan masa lalu  menari-nari di mata ku, Hans.. kenapa tiba-tiba aku ingat kamu, seakan kau sangat dekat dengan ku. Bayangan masa lalu itu benar-benar menenggelamkan ku,Aku , Imas, dan Hans adalah tiga sahabat  karib. Imas sosok gadis sederhana dan penyabar, sedangkan Hans pemuda yang cerdas , pendiam tapi sangat kharismatik meskipun terkesan cuek. . kami selalu jalan bertiga. Setelah lulus, kami jarang sekali bersua, maklum saat itu belum ada HP, hanya surat yang menghubungkan kami,sampai suatu saat aku mendapat kabar Hans dan Imas tlah menikah. Sejak saat itu kami tenggelam pada kesibukan masing-masing, apalagi setelah aku menikah, kami benar-benar tidak pernah saling bertukar kabar.

Beberapa tahun yang lalu, aku terima surat dari Imas. Dia menanyakan kabar sekaligus memberi no HP, kami sempat saling mengabarkan, Imas dikaruniai satu anak setelah cukup lama mereka bersabar menunggu, sedangkan aku sudah memiliki lima orang anak.Beberapa bulan kami intens saling mengabarkan, sampai suatu saat Imas menceritakan ada perubahan pada diri Hans.

Hans mulai berubah sejak bertemu dengan Meysa,gadis yang pernah ada dalam hati Hans saat dia masih SMA. Meysa yang sudah memiliki keluarga bahagia , ternyata masih bersemangat untuk mengejar dan memperjuangkan cintanya, yang diyakini merupakan cinta sucinya, bahkan dia rela melakukan apapun termasuk meninggalkan suaminya ,seorang yang penyabar, mapan dan sangat sholeh.Benar-benar tidak rasional. Benar-benar memprihatinkan, nyata benar manusia memang kurang pandai bersyukur dan selalu mengejar mimpi dan obsesinya yang diyakini benar.

Beberapa kali sempat aku ingatkan Hans, aku selalu mengirim melalui WA, namun sekalipun Hans tak pernah membalas.

" Hans,banyak orang terlalu cepat merasa tidak puas dalam kehidupan perkawinan yang  dijalani beberapa saat. Seringkali mereka tidak sadar, bahwa mereka sendiri lah yang membuka peluang bagi ketidakpuasan tersebut karena sejak awal mereka sudah menaruh harapan dan impian yang terlalu tinggi baik terhadap pasangan maupun terhadap kehidupan perkawinan itu sendiri. Setelah mereka menghadapi kenyataan hidup yang sebenarnya, mereka lantas merasa kecewa dan mulai menyalahkan pasangannya. Tapi kau dan Imas lain Hans, kalian sudah saling mengenal luar dalam, kalian sudah bersama dalam suka duka dan saling memahami, sampai saat kalian harus bersabar menunggu buah hati kalian, kalian tetap bisa bertahan dan saling menguatkan, tapi kenapa Hans,dalam usia mu yang makin matang seperti ini justru kau tumbang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline