[caption id="attachment_247135" align="aligncenter" width="640" caption="Pergelaran Wayang Kulit Purwa dengan dalang Ki Purba Asmoro"][/caption]
“Tidak lama berselang terdengarlah tangisan bayi menggelegar seantero Prianggani, tarikan napas lega, haru, dan kebahagiaan tak bisa terurai dengan kata-kata. Bayi laki-laki yang lahir itu putra dari Dewi Arimbi dan Bima. Kelak anak tersebut menjadi penerus generasi sebagai raja di Prianggani bila Dewi Arimbi sudah tiada.”
Pembukaan narasi di atas adalah bagian dari pertunjukan wayang semalam suntuk dengan lakon Gatotkaca Lahir. Ya, bayi laki-laki itu bernama Gatotkaca. Ia termasuk tokoh fenomenal dalam pewayangan. Sifat kepahlawanan dan kecakapan menjadikan Gatotkaca diidolakan bagi para penikmat wayang.
Ki Purba Asmoro, selaku dalang menuturkan dengan sangat baik kisah Gatotkaca Lahir. Penggunaan bahasa Jawa yang apik dalam mengisahkan Gatotkaca mampu dihayati bagi para penonton yang mengerti bahasa Jawa. Sebaliknya, bagi para penonton yang tidak bisa berbahasa Jawa justru tidak afdal memahami apa yang dituturkan sang dalang meski sinopsis kelahiran Gatotkaca sudah di tangan.
Pertunjukan wayang lakon Gatotkaca Lahir merupakan puncak acara dari rangkaian acara Wayang Goes To Campus dengan tagline “Bersihkan Hati untuk Kejayaan UI” pada 4-5 April 2013 di Balairung UI, Depok. Acara ini digelar atas kerjasama Komunitas Wayang UI (KWUI) dengan Ikatan Alumni UI (ILUNI UI). Tujuan acara ini untuk memperkenalkan lebih dekat wayang kepada generasi muda sebagai salah satu kebudayaan Indonesia.
Pengantar dari pementasan wayang lakon Gatotkaca Lahir dibuka dengan persembahan tari Gambyong, flash mob, dan musik kolaborasi dari mahasiswa FIB UI. Kreativitas musik membangkitkan semangat dan decak kagum mengiringi beberapa lagu daerah yang dinyanyikan, misal Si Jali-Jali, Kicir-Kicir juga Manuk Dadali. Tak lupa, lagu wajib UI pun ikut bergema. Tembang Dhandhanggula dengan indahnya dilantunkan oleh Indah dan Dite, mahasiswa program studi Sastra Jawa UI.
Wayang sudah dikenal sejak dulu sebagai media penyampaian nasihat dan ajaran-ajaran kebaikan. Cerita-cerita wayang dan tokoh-tokoh pewayangan menguraikan berbagai hikmah akan sifat dan sikap dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kisah-kisah wayang tetap relevan dinikmati generasi muda dalam era globalisasi ini.
[caption id="attachment_247136" align="aligncenter" width="512" caption="Balairung Ruang Utama UI penuh dengan para penonton yang menyaksikan pementasan wayang semalam suntuk"]
[/caption] Malam kian larut, dendangan sang dalang semakin menyatu seiring kedua tangannya lihai ‘menghidupkan’ tokoh-tokoh wayang dalam kisah Gatotkaca Lahir. Para penonton berdatangan memenuhi kursi-kursi di Balairung Ruang Utama. Saking penuhnya para penonton yang hadir, ada pula yang berdiri.
Kisah Gatotkaca memberikan hikmah akan kehidupan manusia. Setiap kelahiran anak mengundang kebahagiaan apalagi kelak sang anak berjasa bagi sesama. Sekaligus setiap manusia yang hidup mampu memaksimalkan kemampuan dan keahlian sehingga menjadi manusia yang berguna bagi orang lain.
Antusiasme para pengunjung juga terlihat di luar Balairung Ruang Utama. Para pengunjung tengah memadati bazar wayang yang digelar, seperti tokoh-tokoh wayang, kaos-kaos bergambar wayang, maupun cd/vcd/dvd tentang cerita wayang. Bagi penikmat wayang atau yang baru saja menyukai wayang, tokoh-tokoh wayang yang dijual bazar wayang ini mumpuni sebagai buah tangan dan koleksi.
Siang hingga sore hari sebelum puncak acara, kegiatan acara digelar ruwatan wayang lakon Murwakala. Ruwatan untuk menyucikan dan membuang segala hal-hal buruk.
Wayang dan ketahanan budaya
Pada hari sebelumnya (4/4) rangkaian acara Wayang Goes To Campus dibuka dengan sarasehan “Wayang dan Ketahanan Budaya”. Topik yang diangkat, yaitu Wayang sebagai Falsafah Hidup, Konsep Wayang, dan Ketahanan Budaya, serta Wayang dan Kaitannya dengan Ekonomi Kreatif.
Prof Budi Susilo Soepandji (Gubernur Lemhanas RI) mengemukakan wayang dalam geopolitik sebagai local genius bangsa Indonesia. Seyogianya, kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia tidak memengaruhi eksistensi wayang. Realitasnya sungguh berbanding terbalik.
Menurut Lembaga Ketahanan Budaya, saat ini budaya kita relatif turun. Indikator gatra sosial budaya dinilai rendah. Hal itu didorong perubahan gaya hidup masyarakat kita, terutama di wilayah kota-kota besar. Gaya hidup masyarakat cenderung sekulerisme, hedonisme, hingga konsumtif.
Gaya hidup yang seperti itu dianggap bertentangan dengan nilai-nilai wayang. Nilai-nilai wayang yang sesuai dengan jati diri dan jiwa sebagai bangsa Indonesia bukan yang bersifat ke-Barat-barat-an. Budaya lokal yang sudah diinvestasikan harus dibangun dengan mengedepankan ciri khas lokal Indonesia sendiri.
Wayang dan kaitannya dengan ekonomi kreatif
[caption id="attachment_247138" align="aligncenter" width="512" caption="Sarasehan Wayang dan Ketahanan Budaya. Kiri-kanan: Tini Budiati,Sunu Wasono (moderator),Bambang Wibawarta,Jossy Prananta Moeis,Susanto Zuhdi"]
[/caption]
Jossy Prananta Moeis, P.Hd (Dekan Fakultas Ekonomi UI) membahas nilai ekonomi wayang bagi kemanusiaan. Nilai ekonomi wayang sebagai produk industri kreatif tidak terlalu tinggi. Namun, jika dilihat dari segi kebutuhan manusia akan pemaknaan hidup, mestinya ada nilai wayang secara subjektif. Hal itu berkaitan dengan spiritualitas. Pemenuhan spiritualitas wayang memberi makna dan arah bagi kehidupan, termasuk arah pembangunan di Indonesia.
Wayang sebagai kearifan lokal membentuk jati diri kita, seperti kutipan Prof Mohamad Yamin, “Belajarlah dari kebudayaan bangsamu sendiri, karena sesungguhnya itulah jati dirimu yang sebenarnya.”
Secara universal, nilai-nilai kehidupan wayang melingkupi aspek-aspek kehidupan dan menembus batas-batas lintas agama, ras, dan bangsa. Wayang memaknai hidup dan kehidupan: hidup adalah mengabdi (menjadi abdi) Yang Maha Kuasa, kehidupan adalah upaya manusia secara bersama-sama mencapai kebahagiaan lahir dan batin.
Dengan demikian, nilai ekonomi wayang dan kemanusiaan wayang yaitu memaknai hidup dan kehidupan manusia. Dalam dunia pendidikan, khususnya di UI terdapat mata kuliah terkait pengembangan jati diri yang berupaya membentuk pendidikan karakter pembelajar dengan critical, creative, dan integrated thinking. Contohnya, di FE UI, mahasiswa menggunakan cerita wayang Bima-Dewaruci dan beberapa kisah wayang lain untuk memahami proses pencarian jati diri.
Dapat dikatakan, wayang dalam dunia pendidikan berpengaruh mewujudkan pendidikan karakter. Penyucian hati dalam wayang dirasa penting untuk membangun jati diri yang baik, bukan menonjolkan keangkuhan, ego, dan saling berebut kekuasaan.
Wayang sebagai bagian dari kearifan lokal bangsa Indonesia tentu harus dikelola dengan baik. Bukan hanya wayang saja, tapi seluruh kearifan lokal yang ada di Indonesia bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan konflik-konflik dan sebagainya. Prof Dr Bambang Wibawarta (Dekan FIB UI) menjabarkan secara universal tentang budaya.
Ada empat pilar penting dalam kebudayaan, antara lain: budaya sebagai pemersatu (pengikat) yang mengikat ideologi dan cita-cita bangsa Indonesia, pendidikan, potensi ekonomi, dan diplomasi budaya.
Tentu hal ini berhubungan dengan pendidikan kebudayaan. Pemahaman kebudayaan kita seringkali direduksi menjadi kesenian bukan kebudayaan. Misal buku pelajaran sekolah tentang kebudayaan cenderung membahas kesenian.
Peran media sangat sedikit yang berkaitan dengan pendidikan. Perkembangan budaya bersifat dinamis, kearifan lokal seperti wayang harus menjadi masa depan. Inovasi dan kreatifitas dalam pengembangan wayang terbatasi hal-hal yang sudah pakem. Suatu tantangan bagi penggiat wayang akan inovasi wayang agar tidak melanggar pakem atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Sebab kreatifitas manusia merupakan sumber ekonomi bagi masa depan.
Globalisasi akan budaya-budaya asing yang masuk tidak bisa dihentikan. Yang penting bagaimana kita mencari titik singgung antara budaya yang sudah ada dan budaya (lain) yang akan masuk bisa disikapi dengan baik. Wayang sudah ditetapkan UNESCO sebagai masterpiece of heritage pada 2003.
Sayangnya, setelah pencatatan dan penetapan itu pemerintah tidak melakukan apa-apa. Kita sibuk mencatatkan tapi tidak berbuat apa-apa ke depannya. Tidak ada strategi UU yang diatur, tapi semestinya ada landasan untuk proses inovasi agar para penggiat wayang terfasilitasi dengan baik. Ini sebagai langkah agar bisa bersaing dengan budaya luar.
Prof Dr Susanto Zuhdi (Kemenhan RI) membahas wayang sebagai ketahanan dan pertahanan. Menilik perjalanan bangsa pada masa depan, kita bisa melihat dari aspek geografi, demografi, dan sejarah. Namun, sejarah kurang diminati sebab teknik pelajaran sejarahnya, kita hanya menghafal saja.
Nilai-nilai pada wayang, baik nilai-nilai moral, kepahlawanan, maupun patriotisme sangat penting bagi lembaga pertahanan dan keamanan sebab hal itu menunjukkan sikap bela negara.
Sikap bela negara termasuk hak dan kewajiban setiap warga negara yang sesuai UUD 1945 pasal 30. Konsep seperti itulah yang dimasukkan bahwa wayang memberikan sumbangan besar dalam pembentukan karakter bangsa. Nilai moral siapakah yang bisa diambil dalam tokoh wayang untuk mewujudkan ketahanan negara.
Kiprah wayang kini
Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta) turut diundang menjadi pembicara pada sarasehan ini, tetapi Jokowi tidak dapat hadir sebab ada tugas yang tidak dapat ditinggalkan. Ia digantikan oleh Dr Tinia Budiati (Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta).
Pemerintah DKI Jakarta melihat wayang sebagai salah satu kebudayaan Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Dalam hal ini Pemkot DKI Jakarta mempunyai beberapa tugas. Wayang tidak dilihat sebagai warisan budaya saja, tetapi digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Wayang termasuk media efektif dalam penyampaian nilai-nilai moral. Seiring masuknya budaya asing di era globalisasi, tak dimungkiri, banyak nilai luhur yang terkikis, tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa ini. Pengaruh budaya asing yang masuk dapat terlihat di Jakarta.
Jakarta menerima banyak pengaruh budaya asing yang masuk sehingga nilai-nilai luhur bangsa terkikis. Cara menempuh hati nurani masyarakat untuk membentuk karakter memerlukan media, salah satunya wayang. Aktivitas wayang di perwayangan DKI Jakarta begitu luar biasa. Tidak hanya didukung pemerintah saja, tapi didukung juga oleh perusahaan-perusahaan.
Dalam beberapa kegiatan DKI Jakarta, pertunjukan wayang banyak disponsori perusahaan-perusahaan. Hal ini dilakukan secara berkala. Wayang tersebut bukan hanya wayang dari Jawa saja, tapi wayang betawi yang kini tengah digalakkan kembali.
Tini juga menambahkan pemerintah DKI Jakarta memiliki anggaran terhadap aktivitas kebudayaan, pergelaran, pengembangan maupun penelitian terkait wayang. Oleh karena itu, bagi pencinta wayang yang memiliki program menarik dan bermanfaat bagi masyarakat luas silakan datang ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
Wayang dalam industri kreatif
Setyono Djuandi Darmono (Presiden Direktur Jababeka) menjabarkan wayang berkaitan dengan industri kreatif. Wayang sebagai asal muasal lahirnya dunia perfilman. Pementasan wayang melalui layar telah memengaruhi dunia perfilman.
Sebuah gebrakan baru penyajian wayang dari layar bisa diangkat ke layar lebar (dunia perfilman). Langkah-langkah yang bisa diambil di antaranya, menyingkat cerita wayang menjadi durasi 30 menit, 45 menit atau 90 menit. Kita mengetahui pementasan wayang (kulit) sesungguhnya bisa semalam suntuk dengan durasi begitu panjang.
Cerita-cerita wayang diangkat ke dunia animasi 3D. Hal tersebut tidaklah mudah, faktor-faktor teknologi yang tepat, murah, dan transformasi pendidikan. Peran pemerintah dalam pengembangan wayang tentu sangat berpengaruh sebab membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Inovasi wayang menjadi animasi 3D memberikan angina segar sekaligus lompatan agar cerita-cerita wayang bisa dinikmati semua kalangan, baik skala nasional maupun internasional. Kita bisa berbangga hati bila tokoh-tokoh superhero wayang diperkenalkan dan dinikmati secara internasional.
Wayang Potehi dan Wayang Tavip
[caption id="attachment_247142" align="aligncenter" width="512" caption="Gelar Wayang Potehi Lakon Sun Go Kong"]
[/caption]
Gelar wayang potehi dan wayang tavip begitu menarik perhatian. Pertunjukan wayang potehi dengan lakon Sun Go Kong mengisahkan suatu negeri di Cina yang dilanda kekeringan. Sang raja memerintahkan dan menggelar sayembara bagi siapa saja yang bisa menurunkan hujan.
Polemik terjadi di kalangan lingkup istana sebab ada seseorang yang membunuh raja dan menyamar menjadi raja tersebut. Perjalanan Sun Go Kong dan kawan-kawannya melewati negeri itu. Kepalsuan pun terbongkar. Akhirnya, Sun Go Kong berhasil menurunkan hujan.
Dalang Sugiyo Waluyo (Subur) juga para pemusik Alfian, Hogi, Candra, dan Ahmad berhasil memberikan kesan menarik kepada para penonton yang sebagian besar mahasiswa.
Pertunjukan wayang tavip dengan lakon Sie Jin Kwie mengisahkan Sie Jin Kwie belajar silat dan menikah. Pementasan wayang tavip mendapat sambutan meriah dan membuat gelak tawa para penonton. Kisah Sie Jin Kwie dikemas memasukkan kritik sosial yang tengah heboh kini.
[caption id="attachment_247144" align="aligncenter" width="512" caption="Gelar Wayang Tavip Lakon Sie Jin Kwie"]
[/caption]
Beberapa adegan seperti Sie Jin Kwie digantung di pohon, sebelumnya diperlihatkan gantungan tali di Monas. Lalu Sie Jin Kwie yang bekerja keras membawa seekor sapi agar bisa diternak sendiri—tidak perlu impor. Kreatifitas akan kritik-kritik sosial dan permasalahan yang tengah melanda bangsa ini dikemas apik.
“Baru pertama kali nonton wayang tavip. Ternyata visualisasi dan background-nya bagus sekali. Ceritanya lucu, ringkas, dan sederhana sehingga mudah diterima masyarakat umum,” ungkap Citra Dewi, mahasiswa Institut Pertanian Bogor, yang menonton wayang tavip.
Gelar Wayang Goes To Campus berhasil menarik perhatian khalayak umum. Kini wayang bisa dinikmati generasi muda. Pementasan wayang yang inovatif dan kreatif menjadikan khazanah kekayaan akan kearifan lokal yang terus berkembang.
[caption id="attachment_247148" align="aligncenter" width="512" caption="Koleksi Wayang FIB UI"]
[/caption]
Pameran wayang ikut memeriahkan acara. Wayang-wayang yang dipamerkan berasal dari FIB UI, koleksi wayang dan topeng Fadli Zon Library.
[caption id="attachment_247152" align="aligncenter" width="512" caption="Koleksi Wayang dan Topeng Fadli Zon Library"]
[/caption]
Bahkan ada pula barang-barang antik, seperti setrikaan, kipas angin, sepeda, gembok hingga radio pada masa dahulu. Mesin jahit dan telepon antik ikut memanjakan mata.
[caption id="attachment_247156" align="aligncenter" width="512" caption="Koleksi barang-barang antik"]
[/caption]
Koleksi pusaka keris dari Taman Mini Indonesia Indah dan nge-batik dari Museum Tekstil juga menyemarakkan acara.
[caption id="attachment_247158" align="aligncenter" width="512" caption="Mari nge-batik"]
[/caption]
"Saya senang ada pementasan wayang semalam suntuk, soalnya jarang ditemukan dewasa ini, di kota-kota besar. Seharusnya pementasan wayang, maupun pagelaran budaya dalam skala besar seperti yang dilakukan Komunitas Wayang UI ini harus diperbanyak dan digencarkan lagi,” kata Perdana Putri, mahasiswa Sastra Rusia UI, yang ikut menonton pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H