Lihat ke Halaman Asli

Fitri Haryanti Harsono

TERVERIFIKASI

Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Wajah Bahasa Indonesia Kini

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antara bangga dan malu berbahasa Indonesia

[caption id="" align="aligncenter" width="277" caption="Antara bangga dan malu berbahasa Indonesia"][/caption]

“…semakin ke timur (Indonesia bagian timur), bahasa Indonesia semakin baik.”

Kutipan Prof Dorojatun Kuntjoro-Jakti, PhD (Guru Besar Emeritus Universitas Indonesia) dalam diskusi dan bedah buku, Menerawang Indonesia pada Dasawarsa Ketiga Abad Ke-21 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, mampu mencerahkan hati dan takjub. Secercah harapan masyarakat Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan. Bahasa nasional yang mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.

Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Setiap suku bangsa mempunyai karakteristik masing-masing, terutama bahasa. Bahasa menjadi pembeda akan identitas suku bangsa sekaligus alat komunikasi penting dalam hubungan antarmanusia.

Para penggagas dan pendiri bangsa Indonesia berhasil melahirkan gagasan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Poin ketiga dalam Sumpah Pemuda, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Perjuangan luar biasa mempersatukan rakyat Indonesia dari berbagai suku bangsa di bawah tatanan bahasa Indonesia.

Seyogianya, kita harus berbangga diri atas apa yang diperjuangkan para penggagas bangsa ini. Kebanggaan rakyat Indonesia berbahasa Indonesia. Kebanggaan bisa berkomunikasi dengan masyarakat dari suku bangsa lain memakai bahasa Indonesia.

Kemurnian dan eksistensi

Wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua mempunyai banyak suku dengan beragam bahasa. Untuk berkomunikasi antarsuku mau tak mau dengan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia secara lisan oleh masyarakat setempat bisa dikatakan baik.

Mereka berbicara dengan struktur formal bahasa Indonesia, baik struktur pola kalimat maupun diksi (pilihan kata). Bagi kita sebagai kaum urban, penggunaan bahasa Indonesia di daerah—jauh dari kota besar membuat terpesona. Tampak terlihat kaku dan formalitas, tapi kemurnian bahasa Indonesia begitu terjaga.

Kita seperti mengingat kembali pelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Itulah cara mereka bertutur kata memakai bahasa Indonesia. Selain itu, bila mereka berkomunikasi dengan sesama masih menggunakan bahasa daerahnya. Baik bahasa daerah dan bahasa Indonesia, tetap tidak kehilangan eksistensi, terjaga, terpelihara, dan tetap lestari.

Degradasi Bahasa Indonesia

Lain di timur, lain pula di barat. Kemurnian bahasa Indonesia di timur, tak tecermin pada masyarakat yang tinggal di Indonesia barat. Di Jawa, masyarakat yang tinggal di kota besar, layaknya Jakarta justru berbicara bahasa Indonesia kurang baik. Bagaimana tidak, bahasa Indonesia tercampur aduk bak gado-gado dengan bahasa asing, bahasa gaul, hingga bahasa allay yang tengah tren di kalangan generasi muda.

Faktor umum pemicu fenomena itu yakni eksistensi diri—terlihat keren dan bangga berbicara dengan menyisipkan bahasa asing. Sebagian orang biasa-biasa saja menanggapi, tapi tak sedikit yang mengkritisi hal tersebut. Kenyataannya, tak patut dibanggakan.

Pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar, kalimat ini harus menjadi catatan penting kita berbicara memakai bahasa Indonesia. Istilah-istilah bahasa Indonesia mampu mengimbangi kata-kata serapan bahasa asing. Namun, ada pula istilah bahasa asing yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Sifat rendah diri

Kosakata Bahasa Indonesia begitu beragam. Pertanyaan terbesar, mengapa sebagian masyarakat masih berbicara ala kebarat-barat-an? Hantaman bahasa asing, terutama bahasa Inggris menjadi bagian tak terpisahkan. Bahkan seseorang yang berintelektual, berpendidikan tinggi, ataupun lulusan universitas ternama di luar negeri sering menyisipkan istilah asing tatkala berbicara memakai bahasa Indonesia.

Pemandangan yang umum dan lazim, namun sungguh disayangkan. Hal itu menunjukkan sifat rendah diri kita sebagai bangsa Indonesia. Rendah diri karena kurang mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Malu dan tidak percaya diri akan bahasa sendiri.

Pendidikan tinggi dan maraknya bahasa asing yang masuk ke Indonesia, bukan mengikis bahasa Indonesia semakin terpinggirkan dan dipandang sebelah mata. Kita harus malu pada warga negara asing yang berlomba-lomba mempelajari bahasa Indonesia. Bukankah itu berarti bahasa Indonesia begitu menarik?

Sifat rendah diri kita mesti dihilangkan. Eksistensi dan nasib perkembangan bahasa Indonesia berada dipundak kita masing-masing. Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia tak kalah dari bahasa-bahasa negara lain. Kewajiban kita menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia.

Kebanggaan berbahasa Indonesia menunjukkan wajah rakyat Indonesia yang mencintai negeri ini. Bertumpah darah satu, bertanah air satu, dan menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline