Teater Pagupon mempersembahkan produksi ke-79 berjudul 'Rashomon' yang merupakan karya cerita pendek karangan Akutagawa Ryunosuke, seorang penulis Jepang era Taisho (1912-1926) yang meraih pembaca di luar Jepang sangat banyak. Karya-karyanya mengilhami para sastrawan Jepang modern.
'Rashomon' (1916) diterjemahkan oleh Bambang Wibawarta, Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Melalui terjemahan Pak Bambang Wibawarta inilah Teater Pagupon menyajikan teater yang diangkat langsung dari cerita Rashomon.
Bertempat di Auditorium Ged.9 FIB UI, setting dengan latar belakang Kyoto juga gerbang merah yang bernama Rashomon seorang samurai kelas rendah dalam bahasa Jepangnya 'Genin' menunggu sambil duduk dianak tangga Rashomon menatap pilu memandang suasana yang mendung hujan tak tahu apa yang harus dilakukan. 3 orang perempuan mengekspresikan keadaan sang Genin yang ternyata Genin itu baru dipecat oleh sang majikan dikarenakan kondisi ekonomi Kyoto saat itu susah juga banyaknya bencana alam, adegan berlanjut saat Genin dipecat menjadi pengikut majikannya dan sang majikan meminta Genin membunuh dengan menusukkan katana (pedang kecil samurai), lagu sendu pun mengalir.
Dilema sang Genin adalah bagaimana caranya agar bertahan hidup tak mati kelaparan, terbersit pikirannya untuk mencuri tapi dirinya satu lagi mengatakan ia adalah samurai yang menjunjung tinggi akan nilai moral. Bagaimanakah harus mencari penghidupan di tengah riaknya kesusahan negeri ini?? Memikirkan dan terus memikirkan akhirnya ia memutuskan untuk mencuri karena 'tidak ada pilihan lain selain menjadi pencuri'
Rashomon merupakan nama gerbang, pada masa itu kesulitan ekonomi menelantarkan Rashomon dan di atas anak tangga Rashomon dijadikan tempat pembuangan mayat bergelimpangan, berpuluh-puluh mayat tergelatak seperti bangkai binatang (dalam teater ini hanya 4 orang yang memerankan sebagai mayat) dan dimakan oleh burung-burung gagak. Namun, anehnya suasana yang mendung hujan itu tak ada burung gagak yang terlihat.
Genin menaiki anak tangga terakhir dan berniat mencuri apa yang masih tertinggal di mayat-mayat itu. Ketika sampai di anak tangga terakhir, ia melihat seorang perempuan tua mencabuti rambut dari mayat perempuan. Diperhatikannya perempuan tua itu yang mencabuti helai demi helai dimulai dari perasaan takut berubah menjadi benci. Benci terhadap segala tindakan perempuan itu yang merupakan kejahatan. Dilema dalam diri Genin yang bergejolak di bawah anak tangga antara memilih mati kelaparan atau menjadi pencuri, tentu sekarang ia menjawab lebih baik memilih mati kelaparan.
Tak sabar dan rasa penasaran yang memuncak Genin mencengkram kerah baju perempuan tua itu dan bertanya mengapa mencabuti rambut mayat perempuan? Perempuan tua menjawab bahwa ia mencabuti rambut untuk membuat cemara, tak puas dengan jawaban itu Genin menodongkan pedangnya, perempuan tua itu sadar bahwa nyawanya kini berada di tangan Genin.
Perempuan tua itu berkata 'mungkin bagimu mencabuti rambut adalah tindak kejahatan. Tapi mayat-mayat di sini pantas mendapatkan perlakuan seperti itu. Perempuan yang kucabuti rambutnya biasa menjual daging ular kering yang dipotong-potong12 cm ke barak penjaga dan mengatakan sebagai ikan kering. Itu merupakan suatu kebohongan. kalau tidak begitu ia akan mati kelaparan. Jadi yang aku lakukan pun bukan tindakan tercela. Aku terpaksa melakukannya, karena kalau tidak aku pun akan mati kelaparan'
Selesai perempuan tua itu berbicara, Genin pun memiliki keberanian kalau tidak melakukannya maka ia akan mati juga. Dicengkramnya perempuan tua itu dan berkata geram, 'kalau begitu jangan salahkan aku jika aku merampokmu. Aku pun akan mati kelaparan kalau tidak melakukannya' Genin merenggut pakaian perempuan tua itu dan pergi menghilang menembus kegelapan malam, ditinggalkannya perempuan tua itu menggerutu dan mengeram....
Perpaduan latar, lagu pengiring, suasana yang mencekam terekam di teater ini. Sepanjang durasi 1 jam kita terbawa oleh alur cerita Akutagawa Ryunosuke, sebuah pementasan yang bagus dari Teater Pagupon.
Intisari dari cerita 'Rashomon' menampilkan masalah yang egoisme yang menarik 'betapa niat seseorang untuk hidup bermartabat dengan cepat berubah menjadi hidup bejat. Tak lama setelah perempuan tua itu mengatakan untuk bertahan hidup orang boleh melakukan apa saja, Genin yang sambil mengutuk tindakan perempuan tua itu malah merampas pakaiannya.
Berikut lagu-lagu dalam pementasan Teater Rashomon :
Kabut
Berlalulah, menjauh
Segera menjadi kabut
Tinggalkan gerbang merah yang serupa maut
Berjalanlah melalui batas masa
Waktu kan menyisakan sepi
Sedu sedan harapan semu
Dia yang terjaga
Dibalik bias abu
Menjelma menjadi jiwa tanpa rasa
Laki-laki Tak Bertuan
Laki-laki tak bertuan
Di bawah hujan yang bertabuh
Membawa kematian ditangannya
Melintasi gerbang merah dengan tawa penuh duka
Baginya kematian adalah nafasnya
Yang harus diselesaikan jalannya
Laki-laki yang terkesima
Oleh simbah darah manusia
Yang Berdiam di Rahim Waktu
Yang berdiam di rahim waktu
Engkau siapakah itu
Kami mendengar di desau hujan
Keluhmu pelan tertahan
Kami melihat ada yang berkelat
Engkaukah ini yang berbaring lelap
Di pusaran waktu
Di rahim waktu