Bagaimana bisa membuatmu mengerti
Separuh aku dirimu
Rez berdiri dengan mulut terkatup rapat. Kedua tangannya makin terkepal kuat ketika dilihatnya Luna kembali mengusap airmatanya, untuk yang ke sekian kalinya. Airmata yang tak pernah bisa dia hentikan alirannya, meskipun berkali-kali Rez menyakinkan Luna. Cintamu bukan dia.
Kakinya tak juga beranjak menghampiri, Rez membiarkan Luna menangis sendiri, memuaskan dirinya menikmati kesedihan yang tak pernah berani untuk diakhiri. Hanya untuk alasan: takut sendiri.
Padahal Rez selalu ada untuknya.
Entah Luna membutuhkannya atau tidak.
Tapi mungkin Luna tidak menyadarinya.
Karena label Rez di benak Luna tidak lebih dari sahabat masa kecil.
Di matanya, Rez tetap bocah lelaki di seberang rumahnya yang tidak pernah menolak di ajak bermain. Memanjat pohon jambu air di depan rumahnya atau sekedar duduk di tepi kolam ikan yang sambil berlomba menyusun puzzle, hadiah yang diberikan ayah Luna pada ulang tahunnya yang ke sepuluh.
Sedangkan Luna di mata Rez, selalu menjadi mawar merah yang rekahnya tak pernah layu. Selalu indah.
Detik demi detik berlalu dalam diam.
Mereka berada di satu tempat yang dekat namun terasa jauh untuk saling menjangkau. Rez menunggu, Luna menyadari kehadirannya tanpa memanggil namanya atau duduk di sampingnya. Namun berapa pun lamanya Rez menghitung, Luna tak menoleh dan tersenyum padanya.
Rez menghela napas.
Panjang.
Resah.
Mungkin koneksi hati mereka sedang terganggu hingga tak sampai suara batinnya yang terus menyeru. Meminta Luna mengerti keberadaannya sekali saja bukan sekedar pelengkap bahagianya.
Tapi pengharapan itu mungkin sudah waktunya dipangkas habis.
Walau seharusnya tak ada kata menyerah untuk menaklukkan hati wanita yang kau inginkan.
Rez mendesah.
Menatapi wajah pualam yang duduk di bangku kayu dengan tatapan kosongnya mengarah ke sembarang arah. Memberitahunya dalam hati, tak akan kau rasakan luka sedalam ini jika pilihanmu jatuh padaku.
Penanda waktu berdentang tiga kali, waktunya beranjak pulang. Rez sudah memberi batas untuk penantiannya. Kali ini, dia tidak akan membiarkan pundaknya basah oleh airmata yang bukan untuknya. Tidak akan merelakan tangannya menggenggam jemari yang tak pernah akan menjadi miliknya.
Dia akan melepaskan semuanya.
Impiannya.
Hasratnya.
Cintanya.
Juga segenap janji yang terpatri di hati untuk selalu membahagiakannya.
Rez membalikkan badan.
Rasanya seperti melepas napas. Berat. Tidak rela. Namun harus dilakukan. Setiap perpisahan hanya akan berat di awal. Nanti juga akan terbiasa.
“Rez!”
Langkahnya terhenti. Ingin membalikkan badan namun dia segera menggeleng pelan. Keputusan pahit yang diambilnya ternyata mampu membuatnya berhalusinasi. Rez tertawa dalam hati. Betapa menyedihkannya aku ini.
Ketika hendak melanjutkan langkah, Rez terkesiap.
Sepasang tangan menahan perginya.
Ujung-ujung jari yang dingin menyelusup ke sela-sela hangat telapak tangannya.
“Jangan pergi. Tinggallah...”
Rez membeku.
:: end ::
>> based on Separuh Aku by Noah Band ^^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H