Lihat ke Halaman Asli

Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia, Lancarkah?

Diperbarui: 20 Desember 2016   01:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2015, infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik. Pembangunan infrastruktur di Indonesia  banyak dilakukan dan membutuhkan banyak sekali pembiayaan dalam pelaksanaannya. Kebutuhan dana pembangunan infrastruktur di Indonesia yang relative sangat besar dan kualitas infrastruktur di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya, infrastruktur di Indonesia termasuk kedalam kategori tertinggal. Kurangnya kualitas infrastruktur Indonesia tidak lepas akibat dari permasalahan pendanaan. Hal itu dikarenakan belanja infrastruktur rendah dan tidak memadai untuk mebiayai pembangunan yang ada di Indonesia.

Pengeluaran untuk infrastruktur dari APBN pada tahun 2013 hanya berkisar 2,3 % dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 203 triliun, jika digabung dengan sumber lain seperti APBD, BUMN dan pihak swasta total pengeluaran untuk infrastruktur mencapai Rp 438 trilliun atau 4,72% dari PDB. Kesimpulannya adalah pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia masih bergantung pada dana APBN dan APBD sedangkan peran swasta belum teralu terlihat dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Adanya keterbatasan modal dan ketergantungan pada sumber pendanaan yang berasal dari pemerintah mengakibatkan PT. SMI (Persero) dan PIP belum berperan optimal dalam memenuhi semua kebutuhan infrastruktur sehingga pemerintah berinisiatif menciptakan pembiayaan pembangunan melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). KPS merupakan alternative pembiayaan melalui desain, pengadaan dan kontruksi (engineering, procurement, construction) kontrak, di mana sektor public melakukan penawaran kompetitif untuk membuat kontrak terpisah untuk elemen desain dan konstruksi dari sebuah proyek.

Di Indonesia, banyak pembangunan infrastruktur mangkrak yang salah satunya diakibatkan karena tidak jelasnya sumber pembiayaan dari pembangunan tersebut. Paradigma masyarakat yang hanya terkotakkan dengan acuan bahwa pembangunan infrastruktur hanya dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) saja.

“Kita harus ubah paradigm ini dan harus saya tegaskan bahwa kehadiran negara yang sesungguhnya adalah ketika infrastruktur yang terbangun, terlepas dari siapa yang memiliki dan mengelola aset infrastruktur tersebut, harus dapat memberkan layanan dasar pada masyarakat,” kata Menteri Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, pada acara Forum Nasional Investasi Infrastruktur 2016.

Pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan di Indonesia. Banyak biaya yang dibutuhkan dalam sebuah proyek infrastruktur. Lalu bagaimana sumber pembiayaannya? Sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur yang besar tidak bisa hanya mengandalkan uang dari pemerintah saja seperti APBN dan APBD. Dalam pembangunan sebuah proyek yang besar juga membutuhkan peran swasta dalam segi pembiayaan. Hal ini bukan perkara negara tidak mampu membiayai, namun pemerintah juga perlu untuk memikirkan bagaimana mengalokasikan anggaran dana APBN dan APBD agar lebih efisien dan tepat sasaran. Karena anggaran dana APBN dan APBD tidak hanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur saja. Selain itu, dalam pembangunan sebuah proyek infrastruktur perlu diperhatikan dalam memilih sumber pembiayaannya.

Selain terkait dengan sumber pembiayaan, bagaimana dengan skema pembiayaannya? Di Indonesia banyak sekali skema pembiayaan yang bisa diterapkan dalam pembangunan infrastruktur. Contohnya seperti skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Namun proyek-proyek yang menggunakan skema ini masih bermasalah sehingga proyek menjadi mangkrak. Beberapa proyek yang menggunakan skema KPS seperti Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan, SPAM Lampung, kereta Bandara Soekarno Hatta, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dan Pelabuhan Cimalaya. Proyek-proyek tersebut masih belum jelas bagaimana nasibnya. Lalu, apa solusinya? Kini ada Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Skema KPBU menjadi keharusan dalam pembangunan infrastruktrur di Indonesia terutama  pembangunan yang membutuhkan pembiayaan besar. Selain skema KPBU, alternatif skema pembiayaan yang disarankan oleh pemerintah adalah Pembiayaan Investasi Non APBN (PINA) dengan memanfaatkan sumber –sumber pembiayaan jangka panjang. Dengan adanya 2 skema alternative tersebut, diharapkan dapat membantu pembangunan infrastruktur di Indonesia dalam segi pembiayaan dan tidak ada lagi proyek-proyek yang mangkrak dan tidak jelas sumber pembiayaannya.

Fitria Romadhani             /3615100023                       /Perencanaan Wilayah dan Kota ITS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline