Lihat ke Halaman Asli

Fitri Apriyani

Produktif di Usia Muda

"Tah" dan "Jeh" Ujaran Bahasa Cirebon yang Masih Tetap Hidup

Diperbarui: 8 Maret 2022   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa Cirebon berasal dari bahasa Sanskerta dimana sekitar 80% kosakata Sanskerta diserap ke dalam bahasa Cirebon, misalnya kata "tah" dan "jeh". Pernah mendengar ujaran kata "tah" dan "jeh"? Ujaran kata "tah" dan "jeh" ini seringkali diucapkan oleh masyarakat Cirebon.   

Tanpa kita sadari dalam komunikasi seringkali mengucapkan ujaran, "iya tah?", "ga gitu jeh". Sehingga kata-kata tersebut sudah tidak asing lagi di ditelinga masyarakat dan sudah menjadi ciri khas kedaerahannya.

Ujaran kata "tah " dan "jeh" ini memiliki makna yang berbeda tergantung konteks dari tuturan tersebut. Penggunaan kata "jeh" memiliki makna sebagai penekanan atau penegasan dari pernyataan orang yang mengucapkannya. Sehingga kata "jeh" ini sering diucapkan masyarakat Cirebon pada akhir kalimat dalam percakapan sehari-hari. 

Sedangkan kata "tah" dalam bahasa Cirebon memiliki ungkapan "ya" dalam sebuah suasana keheranan. Kata "tah" sering diucapkan masyarakat Cirebon saat dalam situasi heran atau bingung. Ujaran kata "tah" dan "jeh" ini salah satu ciri khas budaya Cirebon yang masih tetap aktif digunakan dalam berkomunikasi.

Bahasa daerah merupakan warisan leluhur yang harus dipertahankan karena bahasa adalah satu-satunya alat untuk komunikasi secara lisan. Dengan adanya bahasa, kita bisa memperkenalkan ciri khas atau identitas bangsa. Seperti yang tertera dalam UUD 1945, menghormati dan memelihara bahasa daerah merupakan upaya menjaga kekayaan budaya nasional. 

Berdasarkan data pada Badan Bahasa Kemdikbud (2022), Indonesia berada di peringkat ke dua sebagai negara yang memiliki bahasa terbanyak di dunia, yaitu 718 bahasa.  

Namun saat ini, kita mengalami masalah yang cukup kompleks dalam penggunaan bahasa daerah. Keberadaan buadaya etnis terutama bahasa daerah mulai mengalami perubahan dan dinamika yang luar biasa. 

Sekitar 40 tahun sejak Sumpah Pemuda, masyarakat Indonesia berbahasa ibu, bahasa Indonesia, mencapai 12% tetapi sekarang setelah 70 tahun Indonesia merdeka, sudah mencapai 90% penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu  bahkan diperkirakan sampai puluhan tahun kedepan, 100% masyarakat yang berbahasa ibu, bahasa Indonesia (Abas, 1983; Sutama, 2016). 

Ketika bahasa daerah sudah jarang digunakan masyarakat sekitar, sangat memungkinkan terjadinya pergeseran bahasa dan jika terus berlanjut bahkan bisa mengalami kepunahan bahasa. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, misalnya  masuknya budaya lain ke dalam budaya yang sudah ada  selain itu terjadinya kontak bahasa antara masyarakat A dengan masyarakat B yang memiliki perbedaan bahasa (Suwito, 1985; Astriani dan Praja, 2019) .

Penggunaan bahasa di daerah Cirebon salah satu kajian yang cukup menarik. Karena daerah Cirebon merupakan wilayah perbatasan daerah Sunda dan daerah Jawa. Menurut Sudaryat (2009) awalnya wilayah Cirebon memiliki dua bahasa dominan yaitu bahasa Jawa dan bahasa Sunda.  

Percampuran bahasa Jawa dan bahasa Sunda di wilayah Cirebon disebut bahasa Cirebon. Dari fenomena tersebut menunjukkan bahwa bahasa Cirebon sudah bukan lagi sebagai bahasa Jawa maupun Sunda, namun telah menunjukkan eksistensi bahasa Cirebon sebagai bahasa yang mandiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline