Cerpen "Ketika Laut Marah" karya Widya Suwarna adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kehidupan masyarakat nelayan dengan kaya akan unsur budaya. Melalui pendekatan Antropologi Sastra, kita bisa memahami lebih dalam sistem-sistem budaya yang tercermin dalam cerpen ini. Pendekatan Antropologi Sastra memungkinkan kita untuk melihat bagaimana budaya, nilai-nilai, dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tercermin dalam karya sastra, memberikan kita wawasan yang lebih mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut.
Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam cerpen "Ketika Laut Marah" adalah bahasa Indonesia dengan dialek sehari-hari yang sering digunakan oleh masyarakat nelayan. Penggunaan kata-kata sederhana dan langsung mencerminkan kehidupan masyarakat nelayan di suatu daerah pesisir. Gaya bahasa yang sederhana namun emosional menambah kedalaman cerita, terutama dalam menggambarkan perasaan dan kesulitan yang dialami oleh para nelayan dan keluarganya. Dialog-dialog dalam cerpen juga memperkuat nuansa emosional dan realitas yang dihadapi oleh para tokoh.
Kutipan:
"Selama hari-hari sulit itu, ada pesta di rumah Pak Yus. Tak ada yang menikah, tak ada yang ulang tahun, dan Pak Yus juga bukan orang kaya, nelayan biasa, seperti para tetangganya. Namun, pada hari-hari sulit itu Pak Yus menyuruh istrinya memasak nasi dan beberapa macam lauk-pauk banyak-banyak. Lalu ia mengundang anak-anak tetangga yang berkekurangan untuk makan di rumahnya. Dengan demikian rengek tangis anak yang lapar tak terdengar lagi, diganti dengan perut kenyang dan wajah berseri-seri."
Sistem Pengetahuan
Cerpen "Ketika Laut Marah" menunjukkan pengetahuan lokal masyarakat nelayan tentang tanda-tanda alam cuaca dan laut. Mereka memahami tanda-tanda alam seperti awan hitam dan angin kencang yang menandakan cuaca buruk, yang sangat penting untuk keselamatan mereka. Misalnya, Pak Yus dan para nelayan lainnya memahami bahwa awan hitam dan angin kencang adalah tanda cuaca buruk yang bisa membahayakan nyawa mereka. Pengetahuan ini diturunkan secara turun-temurun dan menjadi bagian integral dari kehidupan dimasyarakat. Selain itu, keputusan Pak Yus untuk berbagi makanan saat cuaca buruk mencerminkan pemahaman mendalam tentang pentingnya solidaritas dalam menghadapi krisis.
Kutipan:
"Pak Yus terdiam sejenak. Sosok tubuhnya yang hitam kukuh melangkah ke luar rumah, memandang ke arah pantai dan memandang ke langit. Nun jauh di sana segumpal awan hitam menjanjikan cuaca buruk nanti petang."
Sistem Teknologi
Teknologi yang tergambar dalam cerpen "Ketika Laut Marah" sangat sederhana, yaitu rumah, perahu, alat-alat tangkap ikan tradisional, dan keranjang pasar untuk membeli sayur. Tidak ada teknologi canggih yang digunakan, yang mencerminkan kehidupan masyarakat nelayan tradisional yang masih sangat tergantung pada alam. Sederhananya teknologi ini mencerminkan keterbatasan sumber daya dan akses terhadap teknologi modern dalam masyarakat tersebut.
Kutipan:
"Kemudian ia masuk ke rumah dan berkata mantap, "Ibu pergi saja ke pasar dan berbelanja. Seperti kemarin ajak anak-anak tetangga makan. Urusan besok jangan dirisaukan."
Ibu Yus pergi ke dapur dan mengambil keranjang pasar."
Sistem Mata Pencarian
Mata pencarian utama dalam cerita "Ketika Laut Marah" adalah sebagai nelayan. Nelayan menggantungkan hidup mereka pada hasil tangkapan laut. Ketika cuaca buruk, mereka tidak bisa melaut dan ini berdampak langsung pada kesejahteraan ekonomi mereka. Hal ini juga menunjukkan kerentanan ekonomi masyarakat nelayan terhadap perubahan alam. Cuaca buruk yang berlangsung selama beberapa hari membuat para nelayan tidak bisa melaut, yang berarti mereka kehilangan sumber penghasilan utama. Ketergantungan yang tinggi pada laut sebagai sumber penghidupan mencerminkan ekonomi subsisten yang rentan terhadap perubahan lingkungan.
Kutipan:
"Sudah empat hari nelayan-nelayan tak bisa turun ke laut."
Sistem Kesenian
Meskipun kesenian tidak digambarkan secara eksplisit dalam cerpen "Ketika Laut Marah", kegiatan memasak dan tradisi berbagi makanan yang dilakukan oleh Pak Yus bisa dianggap sebagai bentuk seni kuliner dan budaya gotong royong yang kuat di masyarakat tersebut. Kebiasaan berbagi makanan mencerminkan solidaritas sosial dan keindahan dalam kesederhanaan hidup mereka. Kebiasaan ini juga menunjukkan nilai-nilai estetika dalam kehangatan dan kepedulian sosial, yang merupakan bagian dari kesenian hidup masyarakat nelayan.
Kutipan:
"Lalu, ia mengundang anak-anak tetangga yang berkekurangan untuk makan di rumahnya. Dengan demikian rengek tangis anak yang lapar tak terdengar lagi, diganti dengan perut kenyang dan wajah berseri-seri."
Sistem Organisasi Sosial
Cerpen "Ketika Laut Marah" memperlihatkan struktur sosial masyarakat nelayan yang sederhana namun solid. Ada rasa kebersamaan dan solidaritas yang kuat, seperti yang ditunjukkan oleh Pak Yus yang berbagi makanan dengan anak-anak tetangga. Tindakan Pak Yus yang berbagi makanan dengan anak-anak tetangga menunjukkan adanya struktur sosial di mana nilai gotong royong dan tolong-menolong sangat dijunjung tinggi. Pak Yus berperan sebagai pemimpin informal yang dihormati, menunjukkan bahwa dalam masyarakat nelayan, tokoh-tokoh dengan kepemimpinan moral memainkan peran penting.
Kutipan:
"Pak Yus, apakah besok kami boleh makan di sini lagi?" tanya seorang gadis kecil yang menggendong adiknya bertanya. Matanya yang besar hitam memandang penuh harap.
Ibu Yus tersenyum sedih. la tak tahu harus menjawab apa. Tapi dengan mantap, dengan suaranya yang besar dan berat Pak Yus berkata, "Tidak Titi, besok kamu makan di rumahmu. Dan semua anak ini akan makan enak di rumahnya masing-masing."
Sistem Religi
Religi atau kepercayaan sangat menonjol dalam cerpen "Ketika Laut Marah". Pak Yus berdoa kepada Tuhan memohon agar diberikan cuaca yang baik sehingga mereka bisa melaut dan memperoleh rezeki. Kepercayaan kepada kekuatan ilahi mencerminkan ketergantungan masyarakat nelayan pada keberkahan dan perlindungan dari Tuhan dalam menghadapi ketidakpastian hidup. Doa sebagai tindakan spiritual menunjukkan bahwa sistem religi berperan besar dalam memberikan harapan dan kekuatan batin kepada masyarakat.
Kutipan:
"Sementara itu Pak Yus masuk ke kamar dan berdoa. la mohon agar Tuhan memberikan cuaca yang baik nanti petang dan malam. Dengan demikian para nelayan bisa pergi ke laut menangkap ikan. Dan besok ada cukup makanan untuk seisi desa."
Kesimpulan
Cerpen "Ketika Laut Marah" menggambarkan dengan jelas kehidupan masyarakat nelayan yang penuh tantangan melalui berbagai sistem budaya yang ada. Dengan menggunakan pendekatan Antropologi Sastra, kita bisa melihat bagaimana sistem bahasa, pengetahuan, teknologi, mata pencarian, kesenian, organisasi sosial, dan religi saling terkait dan membentuk struktur kehidupan masyarakat tersebut. Cerpen ini bukan hanya sekadar cerita, tetapi juga sebuah refleksi mendalam tentang bagaimana budaya dan nilai-nilai komunitas nelayan terus bertahan dan berkembang dalam menghadapi berbagai tantangan alam dan sosial.
Gemuruh gelombang, tiupan angin kencang di kegelapan malam seolah-olah memberi tanda bahwa alam sedang murka, laut sedang marah. https://search.app/T63Wp9nunf6FV4HR9