Lihat ke Halaman Asli

Tentang Sebuah Sesal

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Derit bambu membangunkannya

dalam tapa tak sadarnya, ada mimpi yang mengancam

hunusan pedang Izroil pencabut nyawa

tiba-tiba dia menangis tersedu sedan

berkatalah dia “aku belum siap menghadapi ajal

aku jiwa pendosa

belum punya modal tuk bekal di alam baka,

beri aku kesempatan, untuk berbuat kebecikan”

Waktu diubahnya seperti membalikkan telapak tangan

indah nian memang yang selalu dia rasakan

tak ada gundah, resah

tak ada lelah juga susah

dia lakukan apa saja semaunya

serasa dunia tak ada ujungnya

serasa tak ada pertanggung jawaban

atas semua yang diperbuatnya

senandung hidup tak selamanya indah

itu sudah suratan takdir-Nya

Kini dia sadar

mimpi itu membuatnya jatuh terkapar

dia ketakutan jika benar-benar dijemput ajal

berdo’alah dia pada pemilik nyawa

memohon diberikan waktu untuk taubatan nasuha

dia merenungi waktu yang kian pudar

membuka buku tempo dulu lembar-demi lembar

kini tinggal penyesalan yang tertinggal

dan taubat sebagai penebus sesal

Tulungagung, 24 April 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline