Lihat ke Halaman Asli

FITRIANI

Mahasiswa

Al-Kindi Dan Pemikiran Filsafatnya

Diperbarui: 7 Mei 2024   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210430144344-199-636974/al-kindi-ilmuwan-dan-filsuf-penting-di-sejarah-islam

BIOGRAFI SINGKAT AL-KINDI

Al-Kindi yang dikenal sebagai filsuf muslim keturunan Arab pertama, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq al-Shabbah ibn Imran ibn Muhammad ibn al-Asy'as ibn Qais al-Kindi. Ia lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat . Kakek buyutnya, al-Asy' as ibn Qais adalah salah seorang sahabat Nabi yang gugur bersama Sa'ad ibn Abi Waqqas dalam peperangan antara kaum Muslimin dengan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya, Ishaq ibn al-Shabbah adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi (775-785 M) dan Al-Rasyid(786-809 M). Ayahnya wafat ketika ia masih kanak-kanak, namun ia tetap memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu dengan baik di Bashrah dan Baghdad dimana ia dapat bergaul dengan ahli pikir terkenal. Al-Kindi tidak hanya dikenal sebagai Filsuf, tapi juga ilmuwan yang menguasai berbagai cabang pengetahuan seperti matematika, geometri, astronomi, ilmu hitung, farmakologi, ilmu jiwa, optika, politik, musik, dan sebagainya. 

Sebagai seorang Filsuf Islam yang sangat produktif, diperkirakan karya yang pernah ditulis Al-Kindi dalam berbagai bidang tidak kurang dari 270 buah. Dalam bidang Filsafat, salah satu karyanya yaitu Kitab Al-Kindi ila AL-Mu'tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (Tentang filsafat pertama). 

PEMIKIRAN FILSAFAT AL-KINDI

a. Talfiq

Al-Kindi berusaha memadukan (Talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutnya, filsafat adalah pengetahuan yang benar (Knowledge of truth). Al-Qur'an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi adalah bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. 

Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping Wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas soal Tuhan dan Agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang tersebut menurut Al-Kindi telah mengingkari kebenaran, dan karena itu ia dapat dikelompokkan kepada "Kafir", karena orang tersebut telah jauh dari kebenaran, kendatipun ia menganggap dirinya paling benar. 

Disamping argumen rasional, Al-Kindi juga mengacu kepada Al-Qur'an yang banyak menyuruh meneliti dan mengamati segala macam fenomena yang terdapat di alam. Diantaranya adalah al-Hasyr ayat 2, al-Ghasyiyah ayat 17-20, Al-A'raf ayat 185, dan Al-Baqarah ayat 164.

Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur'an. Hal semacam ini menurut AL-Kindi tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu dapat dilakukan ta'wil. Usaha ini adalah sah dan dimungkinkan, mengingat bahasa arab memiliki dua makna, makna hakiki dan makna majazi (figuratif). Tentu saja yang berwenang melakukan ta'wil hanyalah mereka yang mendalam keyakinan agamanya dan ahli pikir (Dzaw al-Din wa al-Albab). 

b. Metafisika

Adapun mengenai ketuhanan, bagi Al-Kindi Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului wujud lain. Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud lain disebabkan Wujud-Nya. Tuhan adalah Maha Esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zatlain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan. 

Di dalam alam terdapat benda-benda yang dapat ditangkap oleh panca indera. Benda-benda itu merupakan Juz'iah (Particulars)Yang penting bagi filsafat kata Al-Kindi, bukan juz'iah yang tak terhingga banyaknya itu, tetapi hakikat yang terdapat dalam juz'iah itu, yaitu kulliah (universals). 

Tiap-tiap benda mempunyai 2 hakikat, hakikat sebagai juz'i dan ini disebut aniah, dan hakikat sebagai kulli dan ini disebut mahiah yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan species.

Tuhan dalam Filsafat Al-Kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dialam, bahkan ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersusun dari materi dan bentuk. Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah, karena tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Tuhan adalah unik, Ia adalah al-Haq al-Awwal dan al-Haq al-Wahid. Ia semata-mata satu. Hanya Ia lah yang satu, selain dari tuhan mengandung arti banyak.

Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama sebagaimana pendapat Aristoteles. Dalam hal membuktikan adanya Tuhan, Al-Kindi mengemukakan dalil empiris yaitu : 1) Dalil Baharu Alam, 2) Dalil Keragaman dan Kesatuan, 3) Dalil Pengendalian Alam.

c. Jiwa

Menurut Al-Kindi, jiwa tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Substansi roh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan roh dengan Tuhan sama seperti hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu, jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah, dan berbeda dari tubuh . Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah.

Al-Kindi membuat perbandingan tentang keadaan jiwa. Jika kemuliaan jiwa diingkari dan tertarik kepada kesenangan-kesenangan jasmani, Al-Kindi membandingan mereka dengan Babi karena kecakapan apetitif menguasai mereka. Jika dorongan-dorongan nafsu birahi yang sangat dominan, Al-Kindi membandingkannya dengan Anjing. Sedangkan, bagi mereka yang menjadikan akal sebagai tuannya, Al-Kindi membandingkannya dengan Raja. Namun demikian, antara jiwa dan jisim kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Bimbingan ini dibutuhkan agar hidup manusia menjadi serasi dan seimbang. Ketidakseimbangan akan terjadi apabila salah satu dari unsur ini berkuasa. Untuk mencapai keseimbangan, manusia memerlukan tuntunan, sedangkan yang menuntun ialah Iman dan Wahyu. 

d. Moral

Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa seorang filsuf wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles),melainkan untuk hidup bahagia (Stoa). Tabiat manusia itu baik namun ia digoda oleh nafsu. Manusia harus menjauhkan diri dari keserakahan. Al-Kindi mengecam para ulama yang memperdagangkan agama (tijarat bi al-din) untuk memperkaya diri dan para filsuf yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam negara. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline