Lihat ke Halaman Asli

Mimpi

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara yang memekikkan telinga. Manusia yang lalu lalang. Binatang yang mengais tanah. Ibu yang mencari anaknya.


Ketika bulan muncul sesaat setelah kepergian mereka, kami masih berpikir bahwa kejadian barusan hanyalah mimpi buruk. Dimana banyak sekali manusia bertebaran di jalanan. Kosong. Kejam, tapi benar adanya. Yang satu meminta tolong, yang satu tertawa keras, yang lainnya sibuk dengan pikirannya. Mereka mencari-cari kesalahan untuk kami tidak bisa melihat bulan yang penuh dan terang. Dengan cara apapun, salah satunya adalah membiarkan pikiran kami menjadi menolong atau ditolong. Keduanya beresiko dan tak ada baik-baiknya untuk saat ini. Untuk hal-hal yang tidak kami ketahui, selalu saja ada celah bagi mereka untuk menganggu. Mereka senang dengan manusia yang bersedih, mereka senang dengan manusia yang karenanya tidak lagi dekat dengan Tuhan, mereka senang manusia yang merintih sakit. Orang-orang melihat kami kesal, lalu membisikkan kalimat "Sebodoh itukah kalian? Sudah jelas yang mana pilihannya. Cepat lari!".

Seketika kami sadar dan terbangun. Bisikan itu masih begitu jelas. Ternyata hanya sebatas mimpi, walaupun seburuk itu.

namun, kami hanya bisa tercengang melihat jelas mereka sudah berdiri di depan kami.

Tidakkah ini mimpi? Biarkan kami tertidur kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline