Lihat ke Halaman Asli

fitri amalia

mahasiswa

Analisis Sebuah Kasus dengan Cara Pandang Filsafat Hukum Positivisme

Diperbarui: 29 September 2024   15:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Fitri Amalia Wiryani (222111380)

Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Julijanto, S.Ag., M. A.

Kasus Hukum Dengan Cara Pandang Filsafat Hukum Positivisme

Sekira 8 Juni 2009 silam, Koko ditangkap aparat dari Polsek Sektor Bojong Gede dan dituduh mencuri perangkat elektronik. Koko bukanlah pelaku yang sebenarnya lantaran beberapa hari setelah penangkapan itu, pelaku sebenarnya telah tertangkap dan menyatakan bahwa Koko tidak terlibat sama sekali. Tindakan sewenang-wenang berujung penganiayaan aparat kepolisian saat menangani perkara anak usia 15 tahun, ‘SR’ alias Koko cukup mencuri perhatian publik.

Beruntung, Putusan PN Cibinong No.2101/Pid.B/2009/PN.CBN pada 10 Agustus 2009 membebaskan Koko dari segala tuntutan jaksa dan meminta agar memulihkan hak-hak terdakwa secara kedudukan, harkat, serta martabat. Putusan itu sempat mendapat perlawan dari Kejari Cibinong dengan mengajukan kasasi. Hasilnya, 20 Januari 2010 hakim agung menolak kasasi tersebut. Koko dan keluarganya tidak tinggal diam atas apa yang terjadi.

Melalui LBH Jakarta, pada 29 februari 2012 keluarga Koko menggugat secara perdata ke PN Cibinong. Sebagai catatan, gugatan perdata kepada pihak kepolisian merupakan yang pertama kali. Sayangnya, PN Cibinong lewat putusan No. 36/Pdt.G/2012/PN.Cbn menolak gugatan tersebut. Namun, langkah berani dan pertama tersebut menjadi preseden ketika Kepolisian melakukan tindakan sewenang-wenang saat menangani perkara. Buktinya, gugatan perdata serupa di Padang, berhasil dikabulkan dan pihak Kepolisian mesti membayar ganti rugi Rp 100.700.

Analisis hukum positivisme

Dalam perspektif filsafat hukum positivisme, hukum dipahami sebagai seperangkat norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral di luar teks hukum itu sendiri. Kasus Koko mencerminkan bagaimana penerapan hukum positif dapat berujung pada ketidakadilan ketika aparat penegak hukum bertindak secara sewenang-wenang. Penangkapan Koko yang tidak berdasar dan penganiayaan yang dialaminya menunjukkan bahwa meskipun ada aturan yang mengatur prosedur penangkapan, implementasinya seringkali cacat. Putusan PN Cibinong yang membebaskan Koko, meskipun menjadi langkah yang positif, menggarisbawahi kelemahan dalam sistem hukum yang memungkinkan kesalahan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Lebih lanjut, gugatan perdata yang diajukan keluarga Koko menjadi langkah penting dalam menciptakan preseden hukum, meskipun ditolak oleh PN Cibinong. Penolakan tersebut menunjukkan batasan dari hukum positif yang ada, di mana keberanian untuk menuntut pihak kepolisian belum diimbangi dengan sistem hukum yang responsif terhadap pelanggaran hak. Namun, kasus ini juga membuka jalan bagi upaya hukum lainnya di kemudian hari, seperti gugatan serupa di Padang yang berhasil, menunjukkan bahwa meskipun hukum positif bersifat kaku, ada ruang untuk perkembangan dan perbaikan dalam praktik hukum untuk melindungi hak-hak individu.

Pengertian Mazhab Hukum Positivisme

Mazhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menekankan pemisahan antara hukum dan moralitas. Dalam pandangan ini, hukum dipahami sebagai perintah yang ditetapkan oleh penguasa dan tidak terkait dengan nilai-nilai etika atau keadilan. Positivisme hukum berfokus pada norma-norma yang telah ditetapkan secara formal dalam sistem peraturan perundang-undangan, dengan keyakinan bahwa hukum adalah hasil dari keputusan manusia dan bukan refleksi dari hukum alam.

Pendirian utama dari mazhab ini adalah bahwa hukum hanya dapat dipahami melalui norma-norma positif yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu. Hukum dianggap sebagai "perintah" yang harus diikuti, tanpa mempertimbangkan apakah hukum tersebut baik atau buruk secara moral. Tokoh-tokoh penting dalam mazhab ini termasuk John Austin, yang mengemukakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa, dan Hans Kelsen, yang memperkenalkan konsep norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber keabsahan semua norma hukum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline