Lihat ke Halaman Asli

Fitria Maisir

Menyuarakan melalui sebuah tulisan

Azan Terakhir Teuku Peukan Pahlawan Aceh

Diperbarui: 10 November 2023   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : Ilustrasi Peperangan

ACEH BARAT DAYA | Malam itu, Teuku Peukan merasakan ada sesuatu yang berbeda. Ada getaran di hatinya yang mengatakan bahwa ini adalah malam terakhirnya. Dia tidak bisa tidur. Dia hanya bisa berdoa kepada Allah agar memberikan kemenangan kepada umat Islam yang berjuang melawan penjajah Belanda.

Dia bangun dari tempat tidurnya dan mengambil pedangnya. Dia melihat pasukannya yang sudah siap untuk berangkat. Mereka adalah pejuang-pejuang yang setia dan berani. Mereka rela mengorbankan nyawanya demi membebaskan tanah airnya dari cengkeraman Belanda. Dia merasa bangga dan terharu melihat semangat mereka.

Dia memberikan arahan kepada pasukannya. Dia membagi mereka menjadi tiga sektor dan menunjuk Said Umar, Waki Ali, dan Zakaria Ahmad sebagai komandan sektor. Dia juga memerintahkan putranya, Teuku Tahala, untuk tetap berada di belakangnya. Dia tidak ingin kehilangan putranya yang masih muda dan berbakat.

Dia menaiki kudanya dan memimpin pasukannya menuju tangsi Belanda di Blangpidie. Dia berencana untuk menyerang tangsi itu pada saat menjelang subuh, ketika serdadu Belanda masih tertidur lelap. Dia berharap bisa mengejutkan dan menghancurkan musuhnya dengan cepat.

Tapi, rencananya gagal. Ketika dia dan pasukannya tiba di dekat tangsi Belanda, mereka mendengar suara tembakan dari arah tangsi. Ada yang menembak. Ada yang mengkhianati. Rencananya bocor.

Dia tidak punya waktu untuk berpikir. Dia hanya punya waktu untuk bertindak. Dia mengangkat pedangnya dan berteriak, "Allahu Akbar!" Dia menyerbu ke arah tangsi dengan pasukannya. Dia melihat musuhnya yang berlari-lari ketakutan. Dia memotong, menusuk, dan membunuh mereka dengan pedangnya. Dia tidak merasakan takut atau sakit. Dia hanya merasakan semangat jihad dan syahid.

Dia berhasil masuk ke dalam tangsi. Dia melihat bendera Belanda yang berkibar di atas gedung. Dia ingin merobek dan membakar bendera itu. Dia ingin menggantinya dengan bendera Islam. Dia ingin menunjukkan bahwa Aceh adalah milik Allah, bukan Belanda.

Dia berlari menuju gedung itu. Dia melihat seorang serdadu Belanda yang berdiri di depan pintu. Dia menyerangnya dengan pedangnya. Serdadu itu mencoba menembaknya, tapi terlambat. Pedang Teuku Peukan sudah menembus dadanya. Serdadu itu roboh dengan darah mengucur dari lukanya.

Teuku Peukan membuka pintu gedung itu. Dia melihat banyak serdadu Belanda yang bersembunyi di dalamnya. Mereka semua ketakutan dan tidak berdaya. Teuku Peukan tersenyum puas. Dia merasa sudah menang.

Dia mengumandangkan azan sebagai tanda rasa syukur. Dia ingin mengajak serdadu Belanda untuk masuk Islam. Dia ingin menyelamatkan mereka dari neraka. Dia ingin menunjukkan kebesaran Allah kepada mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline