Lihat ke Halaman Asli

Fitri Alfina Habsari

Mahasiswa Pendidikan Matematika di UIN Walisongo Semarang

Menyemarakkan Hari Santri Nasional sebagai Wujud Cinta Tanah Air

Diperbarui: 28 Oktober 2022   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : twitter PTM Matholi’ul Falah

Menyemarakkan Hari Santri Nasional sebagai Wujud Cinta Tanah Air

Oleh : Fitri Alfina Habsari (2008056050)

Bangsa Indonesia lahir dari keanekaragaman suku, budaya ras, bahasa, adat dan masih banyak lagi yang tersebar diseluruh Indonesia. Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda beda tetapi tetap satu jua. Kita sebagai generasi milenial dan sebagai pemuda tugas kita berikutnya adalah menata keaneka ragaman dalam bingkai bhineka tunggal ika dan berkaca dari masa lalu bahwa pemuda itu mempunyai peran aktif yang luar biasa dalam kemerdekaan Repuplik Indonesia dan tanggungjawab bangsa.

Sebagai anak muda sudah seharusnya kita menjaga kebhinnekaan dengan cara mengimplementasikan bhinneka tunggal ika dalam segi budaya, social dan termasuk dalam kegiatan kegiatan islami.

Berbicara tentang islami kita takkan jauh dari yang namanya santri dan pondok pesantren.. Dimana santri adalah pemuda yang belajar memperdalam ilmu ilmu pengetahuan tentang agama islam dengan sungguh sungguh. Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa Pesantren twlah terbukti menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi perubahan uang terjadi di Indonesia bahkan di dunia. Tempat yang menjadi pusat pendidikan islami ini dianggap sebagai sumbernya pendidikan dan moral.

Dengan segala pandangan positif tentang pesantren, santri juga diyakini memiliki moralitas tinggi dan wawasan agama yang mumpuni tentunya. Maka dari ini santri  harus menjadi pelopor kebaikan dalam masyarakat dan santri diharapkan menjadi ulama-ulama atau pemikir-pemikir hebat dimasa depan. Santri masa kini harus bisa mengikuti jejak para santri terdahulu dalam merawat persatuan, kesatuan, dan persaudaraan yang merupakan kunci dalam membangun bangsa. Oleh karena itu, pentingnya edukasi dan mengingatkan santri agar dapat menjalankan perannya secara jelas sehingga dapat menjadi pelopor toleransi.

Bicara tentang santri, ada santri dalam makna sempit, ada santri dalam makna luas. Dalam makna sempit, santri adalah mereka yang menuntut ilmu agama dan tinggal di pesantren. Namun dalam makna luas, santri tidak selalu mereka yang tinggal di pesantren. Siapapun yang bersungguh-sungguh dalam menjalankan agama Islam, dapat disebut santri. Namun pada intinya, kedua-duanya dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama lebih dan taat menjalankannya. Santri dalam makna khusus, maka lingkungannya adalah pesantren. Di tempat ini karakter khas santri terbentuk. Jiwa spiritual dan sosial yang tinggi, adalah bagian dari karakteristik tersebut.

Karakter santri yang unik diataranya; teosentris yaitu sebuah nilai dalam karakter diri santri yang dilandasi pemikiran bahwa sesuatu kejadian berasal, berproses, dan kembali kepada kebenaran Allah Swt. Semua aktivitas pendidikan dipandang sebagai ibadah kepada Allah Swt, dan merupakan bagian integral dari totalias kehidupan keagamaan. Orientasi akhirat menjadi hal yang paling diutamakan dala segala perbuatan sehari-hari.

Dengan intelektualnya dan wawasan keagamaannya, seorang santri mampu memberi pencerahan dengan ilmu yang dimilikinya. Sebagaimana pernyataan Gus Dur: Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin besar rasa toleransinya. Dengan jiwa sosialnya, santri bisa menerima perbedaan. Banyak pesantren yang dihuni santri dari berbagai daerah dan latar belakang. Suku, budaya, bahasa, warna kulit, dan perbedaan lainnya. Ini akan melatih mereka menghargai perbedaan sejak dini.

Sebagai kekuatan yang menentukan masa depan Indonesia, generasi milenial menghadapi tantangan yang amat serius dalam isu radikalisme. Anak milenial juga tumbuh bersama berkembangnya kelompok agama garis keras, yang menanamkan intoleransi, pemberontakan, hingga ide-ide yang membahayakan persatuan wargabangsa di negeri ini. Kerentanan kaum milenial terhadap politik identitas yang begitu menjebak dalam beberapa tahun belakangan juga meresahkan. Untuk semua itulah kita perlu memperkuat kembali kepemilikan atas identitas kita yang sebenarnya, yaitu muslim Indonesia yang moderat, yang beragama secara ramah, toleran, dan menerima keanekaragaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline