Lihat ke Halaman Asli

Saya Dukung UU Pilkada Dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, Mengapa? Let's…

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah Peraturan haruslah tidak bertentangan dengan konstitusi kita. Konstitusi Indonesia ialah Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, Undang-Undang Dasar, Garuda, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai philosophia pembentukkan bangsa Indonesia.
Memang benar, pemilihan Kepala Daerah dapat dipilih melalui DPRD, tetapi jika kita kembali melihat bagaimana demokrasi terbentuk. Anggota DPRD pun dipilih berdasarkan kehendak rakyat, secara teori, walaupun hal itu dapat berupa pencalonan diri sendiri sebagai anggota dewan. Tak boleh lepas adalah asas demokrasi kepimpinan semuanya ada ditangan rakyat, rakyatlah yang berpastisipasi secara langsung untuk menentukkan pimpinan atau Kepala Daerahnya secara langsung, yang diharapkan dapat memajukan dan mensejahterakan mereka. Demokrasi juga berupa pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada rakyat, jika Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, maka yang terjadi ialah Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD bukan kepada rakyat yang memilihnya. Jika hal itu terjadi, bisa akan terjadi penguasa-penguasa di daerah yang nantinya akan mendorong pemisahan NKRI.
Semua memang proses politik sebagaimana hukum tidak dapat dipisahkan oleh politik, namun hukum tetaplah berjalan diranahnya sendiri untuk mencapai tujuan, hukum inilah yang dibentuk oleh masyarakat atas dasar aspirasi dan partisipasi rakyat kepada Negara.
Jika, ditentukan oleh DPRD, maka itu akan memungkinkan bahwa hukum dibentuk oleh murni proses politik, karena bisa saja anggota DPRD mencalonkan dirinya sendiri, tapi tetap yang menyetujui para anggota dewan tetaplah masyarakat. Maka Mahkamah Konstitusi disini berperan sebagai Lembaga yang menyelidiki unsur-unsur yang tidak dipenuhi oleh UU terhadap UUD 1945.
Alasan salah satu partai yang walk out dari rapat paripurna tersebut, bisa saja mengandung arti untuk tidak menyetujui, dengan maksud agar tidak terpenuhinya syarat kouta pemenuhan para peserta yang hadir dalam pengesahan RUU, tapi dapat juga sebaiknya, tidak melakukan abstain dengan mengungkapkan alasan yang memang krusial dan inti jika pembentukkan RUU tersebut disahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline