Setiap manusia mendambakan keselamatan dan keamanan tetapi untuk para pengungsi rohingya itu hanyalah sebuah mimpi belaka. Impian mereka untuk hidup dengan aman dan tentram masih harus diperjuangkan.
Dalam beberapa minggu terakhir ada berita mengenai pengungsi rohingya yang diselamatkan oleh nelayan Aceh bernama Bapak Yusuf yang tanpa kenal lelah ia bolak-balik sebanyak 7 kali guna memindahkan para pengungsi dari lautan lepas ke daratan terdekat (Sumber : www.wajibbaca.com). Alasan nelayan tersebut membantu para pengungsi rohingya yang terombang-ambing di lautan lepas karena beliau ingin membantu sesama manusia dan juga beliau berkata “Aku harus membantu mereka, ada aturan di lautan lepas yang menyiratkan bahwa setiap orang harus saling membantu, terlepas darimana mereka berasal”.
Tapi, apakah legal untuk menerima pengungsi dari lautan? Jawabannya saya kutip dari salah satu bagian dari International Immigration Law “provides that refugees coming directly from the country of persecution should not be punished on account of their illegal entry or presence as long as they present themselves without delay and show good cause for not meeting regular immigration procedure”yang berarti “pengungsi yang datang langsung dari negara yang bermasalah tidak boleh dihukum karena proses masuknya yang ilegal , selama mereka menampilkan diri dan menunjukkan etikat baik walaupun tidak memenuhi prosedur reguler imigrasi”dengan adanya hukum ini seharusnya kita dapat membantu mereka namun semua kebijakan kembali ke para penguasa negara kita karena semua keputusan ada di tangan mereka.
Maka dengan bukti diatas kita seharusnya dapat membantu mereka secara legal , tanpa melihat dari sisi keagamaan tetapi melihat dari sisi kemanusiaan secara keseluruhan.
Saya harap pemerintah sadar akan potensi-potensi yang dimiliki para pengungsi ini. Jika pemerintah tidak mau melihat potensi yang ada pada mereka , hendaknya pemerintah membantu pengungsi tersebut dari sisi kemanusiaan. Karena sesungguhnya dalam sila Pancasila sudah disinggung di dalam sila ke-2 yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.