Kuliah (lagi)… karena belajar itu tak mengenal usia
Setelah dua belas tahun vakum dari kehidupan kampus dan kegiatan perkuliahan, adalah sebuah keputusan yang tidak sederhana ketika kuputuskan untuk kembali ke dunia kampus sebagai mahasiswa. Bukan hanya otak ini harus dire-fresh lagi untuk belajar, tapi juga perlu adaptasi dengan lingkungan baru, teman-teman baru dan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan yang sudah berkembang pesat disbanding masa kuliah S1 dulu. Namun, sebuah keputusan memang selalu ada konsekuensinya. Asal kita siap, semua akan bisa dilalui dan menjadi mudah. Insya Allah.
Berbeda dengan proses seleksi S1 dulu yang masih serba manual, zaman ini segala sesuatunya sudah online, mulai dari registrasi tes seleksi, registrasi formulir, mengecek/melihat pengumuman, pembayaran, pengisian KRS, dll. Semua online. Bahkan hingga hari pertama kuliah perdana ada temenku yang belum pernah menginjakkan kaki di kampus yang nanti akan menjadi tempat kuliahnya. “Inilah zaman modern yang semuanya serba online”, kata orang.
Kuliah perdana tingkat universitas bagiku agak mencengangkan. Bukan saja tempatnya yang sangat luas dan mahasiswanya yang mencapai hampir 4 ribu (untuk jenjang master dan doctor), namun suasananya terasa begitu berbeda dibandingkan di universitas waktu S1 dulu, yang paling kontras kurasakan adalah : zamannya sudah berbeda. Kuliah perdana tingkat fakultas diikuti oleh sekitar 300 lebih mahasiswa baru (jenjang master dan doctor) masih belum menghilangkan keterpanaanku. Ternyata zaman sudah begitu banyak berubah.
Kuliah perdana di program studi berlangsung sederhana namun khidmat. Teman sekelasku tidak terlalu banyak. Sekitar 35 orang. Sebagian besar teman-temanku, sekitar 80-90% adalah fresh graduate dengan kondisi otak dan fisik yang masih segar. Mereka juga belum banyakmemiliki beban hidup dengan segala permasalahannya yang kompleks seperti yang kualami. Mereka masih begitu belia, namun di tempat yang sama, mereka duduk sejajar denganku di bangku yang sama. Suasana lintas zaman yang membuatku harus mampu mengadaptasikan diri sebaik-baiknya.
Semester pertama kulalui dengan cukup terseok-seok. Bukan hanya karena otakku sudah lama mengendap, namun membagi waktu antara belajar, bekerja, dan menjaga kondisi tubuh agar tetap fit di tengah padatnya jadwal ternya tidak mudah. Belum lagi materi kuliah yang bagiku dan bagi sebagian besar temanku tergolong berat. Semua serba molecular. Sangat kontras dengan waktu S1 dulu yang masih biasa-biasa saja. Di jenjang S1 dulu mengambil 24 SKS itu biasa, tapi disini, cuma 17 SKS rasanya seperti memikul langit, beraatt nian. Namun kami tak ingin menyerah. Meski berat harus dihadapi. Meski banyak tugas harus diselesaikan. Meski sulit ya harus dicari jalan keluar, dan meski sibuk ya harus disempatkan. Semangat harus selalu menjadi bara yang menjadi energi bagi kami. Kami harus bisa dan kami harus mampu dan berhasil. Waktu 2 tahun mungkin terdengar lama, namun dengan kesibukan kami waktu itu nanti akan terlampaui dengan sendirinya, dan mungkin setelah lewat masa itu kami akan kembali merindukan kesibukan dan kebersamaan kami.
Perjuangan belum usai, bahkan ini baru awal perjalanan kami. Masih banyak tantangan yang menunggu kami di depan. Di sela-sela liburan akademik ini untuk sesaat kami rehat sejenak, namun sebentar lagi kami harus siap berkejaran dengan ilmu pengetahuan yang melaju pesat. Jangan mau ketinggalan dan melajulah lebih cepat dari mereka.
Ilmu tak pernah menyakan berapa umurmu?
Ilmu tak pernah pula menanyakan apakah kau cukup jenius untuk mempelajariku?
Namun sesungguhnya ilmu memberi isyarat, kejarlah aku jika kau mampu…?
“Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan”. (QS. Ar Rahman : 33)
Inilah… serunya kuliahku…
Bioteknologi 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H