Pertukaran Mahasiswa Merdeka merupakan salah satu program yang diusung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim. Program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang ingin melakukan pertukaran studi ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di luar pulau tempat tinggal mahasiswa yang ingin mendaftar. Selain berkesempatan berkuliah diluar pulau, program ini juga menawarkan sistem konversi sks sehingga tidak menyulitkan mahasiswa. Tahun ini, PMM kembali membuka pendaftaran untuk pertukaran batch 2 dan saya merupakan salah satu orang yang beruntung bisa merasakan kesempatan berkuliah di luar Pulau tempat tinggal saya.
Saya merupakan mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan memilih Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur (UPNVJT) sebagai universitas tujuan untuk belajar selama kurang lebih satu semester. Disini saya juga mengambil jurusan yang paralel dengan jurusan saya sebelumnya, yaitu Fakultas Hukum.
Dalam program PMM ini, pemerintah memberikan satu mata kuliah khusus yaitu Modul Nusantara sebanyak 4sks untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengenal lebih jauh tentang kebudayaan dan keberagaman yang ada di masing-masing wilayah sesuai dengan pulau perguruan tinggi yang dituju. Salah satu agenda kegiatan Modul Nusantara yang diadakan oleh Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim adalah kunjungan ke Mojokerto.
Perjalanan dari Kota Surabaya menuju Mojokerto menempuh waktu sekitar kurang lebih tiga jam dengan menggunakan transportasi Bus. Ada kurang lebih 22 orang mahasiswa yang ikut dan didampingi oleh tiga orang dosen dari UPN Veteran Jatim, salah satunya adalah Dwi Wahyuningtyas, S.Pd.,M.A yang merupakan Dosen Mata Kuliah Modul Nusantara kami.
Tujuan kami adalah desa wisata Kampung Majapahit, Desa Bejijong, Kec. Trowulan, Mojokerto. Ketika tiba di lokasi, kami disambut hangat oleh pihak pengelola. Kita dapat melihat bangunan yang masih kental dengan nuansa zaman dulu karena memang tempat ini merupakan lokasi bekas Ibu Kota Kerajaan Majapahit. Kami disuguhi pertunjukan seni dengan tarian selamat datang yang dibawakan oleh dua orang gadis kecil. Lalu ada sesi pengalungan bunga yang diberikan kepada dosen kami sebagai bentuk penghormatan.
Kunjungan pertama kami dimulai dengan sesi Focus Discussion Group (FDG) bersama Bapak Supriyadi selaku pemilik Sanggar Bhagaskara dan pengelola tempat ini. Dalam diskusi tersebut membahas tentang bagaimana sejarah singkat perkembangan desa wisata tersebut sehingga bisa seperti sekarang. Selain itu kami juga diperlihatkan berbagai macam hasil kerajinan berbahan dasar perunggu yang merupakan salah satu keterampilan yang diwariskan oleh Kerajaan Majapahit. Hasil kerajinan ini bukan hanya sekedar realisasi peninggalan budaya Majapahit, namun juga sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat yang tinggal di desa tersebut. Jadi bukan hanya nilai sejarah saja yang tersimpan dibalik kerajinan-kerajinan cantik ini, namun juga memiliki nilai ekonomis.
Selanjutnya kami mengunjungi makam Raden Wijaya yang merupakan Raja Pertama Kerajaan Majapahit. Menurut sejarahnya, Majapahit merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha terbesar yang ada di Indonesia. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-13 dan mengalami keruntuhan pada abad ke-16. Makam Raden Wijaya yang bergelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana tidak berdiri sendiri, namun disampingnya juga dimakamkan keempat istri beliau yaitu Tribhuwaneswari,Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.