Lihat ke Halaman Asli

Fitri Rezeki

NIM : 55522120039 - Magister Akuntansi - Universitas MercuBuana. Dosen Pengampu: Prof Apollo

"Diskursus Penyelesaian Ketidakpatuhan Administrasi Perpajakan"

Diperbarui: 26 Oktober 2023   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fitri's Picture 

Kepatuhan pajak menjadi permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini di Indonesia. Hal ini terlihat dari kinerja perpajakan yang kurang baik yaitu rendahnya tax ratio, tax gap serta penerimaan pajak yang masih tidak memenuhi target. McKerchar (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat 2 karakteristik perilaku wajib pajak yang menyebabkan rendahnya kepatuhan pajak yaitu ketidakpatuhan yang disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakpatuhan yang disengaja. 

Ketidaktahuan wajib pajak terkait pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan seperti menghitung besaran pajak terutang menyebabkan wajib pajak tidak membayar pajak serta melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) yang seharusnya menjadi kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan ketidakpatuhan disengaja adalah salah satu bentuk perilaku yang dengan sadar berusaha untuk menghindari pajak seperti mengecilkan omzet agar pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil.

Masalah kepatuhan pajak telah menjadi fenomena yang sering terjadi baik pada Negara maju maupun berkembang. Kepatuhan pajak dapat diartikan sebagai sejauh mana wajib pajak dapat mematuhi aturan pajak yang telah ditetapkan. Wajib pajak dapat dikatakan patuh apabila memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014  tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak  dengan kriteria seperti tepat waktu dalam mengirimkan SPT, tidak menunggak pajak, tidak terlibat tindakan hukum, dan memiliki pelaporan keuangan yang baik. Rahayu (2009) menyatakan bahwa kepatuhan pajak dapat tercermin dari kesadaran wajib pajak untuk mencoba memahami dengan baik semua ketentuan perundang-undangan, mengisi administrasi perpajakan secara lengkap dan jelas, menghitung pajak terutang dengan benar, serta membayar pajak secara tepat waktu.

 Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 63/PMK.03/2021 ini diatur: Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik dan menggunakan Tanda Tangan Elektronik. Penandatanganan Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) oleh Wajib Pajak orang pribadi dilakukan dengan menggunakan Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi DJP Wajib Pajak orang pribadi dimaksud .

Apa langkah yang diambil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk pengoptimalkan penerimaan pajak ? dan Bagaimana pelaksanaannya?

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melaksanakan terobosan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Salah satu langkah yang diambil oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah melakukan reformasi di bidang perpajakan (tax reform). Reformasi perpajakan yang dilakukan mencakup dua bidang yaitu reformasi di bidang kebijakan dan reformasi di bidang administrasi perpajakan. Reformasi di bidang administrasi dilaksanakan melalui program modernisasi administrasi perpajakan. Adapun konsep program ini adalah perubahan pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi, sehingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi yang profesional dengan citra yang baik di mata masyarakat. Pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan mencakup 4 bidang, yaitu: (1) restrukturisasi organisasi; (2) perbaikan proses bisnis melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi; (3) perbaikan sistem manajemen sumber daya manusia; dan (4) pelaksanaan good governance. Reformasi administrasi ini mempunyai tiga tujuan utama, yakni meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan meningkatkan produktivitas dan integritas aparat pajak.

Semakin tinggi tingkat penerapan sistem administrasi modern di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) maka tingkat kepatuhan Wajib Pajak juga akan semakin meningkat. Selain modernisasi sistem administrasi, kesadaran Wajib Pajak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Kesadaran Wajib Pajak merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban membayar pajak secara sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran Wajib Pajak, maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan. 

Kenapa Administrasi perpajakan merupakan faktor penentu tingkat kepatuhan pajak?

Administrasi perpajakan juga dapat menjadi faktor penentu tingkat kepatuhan wajib pajak. Zulma, G.W.M et.al (2019) menyatakan bahwa dalam mewujudkan administrasi pajak yang efektif tentunya perlu untuk membangun lingkungan masyarakat yang termotivasi untuk mematuhi undang-undang perpajakan secara sukarela sehingga terbentuknya karakteristik wajib pajak yang memiliki kesadaran yang baik atau secara sukarela taat membayar pajak. Lingkungan ini dapat terwujud apabila masyarakat mempunyai alasan yang kuat untuk tetap patuh dengan adanya dukungan pemerintah untuk menegakkan akuntabilitas dan efektivitas dalam mengelola dana pajak dengan baik. Bagchi et.al, (1995) menyatakan dalam perspektif teori kepatuhan bahwa tingkat kepatuhan pajak biasanya sangat berhubungan dengan bagaimana bentuk administrasi pajak di suatu negara. Perlu adanya dorongan lingkungan yang diciptakan untuk memberikan motivasi terhadap wajib pajak dalam mematuhi undang-undang perpajakan secara sukarela atau dalam artian wajib pajak memiliki kesadaran yang baik atau secara sukarela taat membayar pajak.

Tarif pajak dapat menjadi persoalan serius apabila tidak dipertimbangkan dengan baik. Banyak wajib pajak dibeberapa Negara yang merasa keberatan untuk membayar pajak karena tingginya tarif pajak sehingga membuat wajib pajak tidak ingin membayar pajak bahkan berusaha untuk menghindari pajak. Tarif pajak perlu disusun berdasarkan pertimbangan keberlangsungan usaha atau bisnis wajib pajak khususnya pada sector UMKM dimana sering ditemukan UMKM yang masih dalam tahap berkembang dengan kondisi keuangan yang labil, sehingga tarif tidak boleh terlalu memberatkan dan perlu dicari tingkatannya yang optimal dan berasas keadilan. Tarif pajak yang tinggi serta prosedur pengisian yang rumit juga dapat menyebabkan ketidakpatuhan pajak dari pelaku usaha UMKM. Berdasarkan penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa semakin tinggi tariff pajak dapat menurunkan kepatuhan pajak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline