Gagal Nalar putusan MK No. 135/PUU-XIII/2015 Tentang Orang Dengan Gangguan Jiwa Bisa Memilih. (Oleh Fitran Amrain)[1]
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola prilaku yang secara klinis bermakna yang berkaitan langsung distress (penderitaan) dan menimbulkan hendaya (disabilitas) pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Fungsi jiwa yang terganggu meliputi fungsi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Secara umum gangguan fungsi jiwa yang dialami seseorang individu dapat terlihat dari penampilan, komunikasi, proses berpikir, interaksi dan aktifitasnya sehari-hari.[2]
Menurut Y.H. Krikorian Jiwa adalah kemampuan untuk meramalkan suatu perbuatan apakah berakhir positif atau negatif. Lebih lanjut menurut leighton jiwa memiliki fungsi " Jika tindakan yang anda lakukan di dasarkan atas pertimbangan akal, maka dalam hal ini, anda mengingat kembali masa lampau, meramalkan masa depan, dan menyadari keterlibatan anda dalam akibat-akibat tindakan anda, dan pada akhirnya memilih melakukan sesuatu bukan yang lain."[3]
Dalam Undang-undang nomor 18 tahun 2014 pasal 1 di jelaskan bahwa, Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Masih dalam pasal yang sama bahwa gangguan jiwa terbagi atas ODMK dan ODGJ.
Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Sedangkan Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.[4] ODGJ inilah yang akan kita bahas.
Setiap orang sama kedudukannya dalam hokum (equality before the law), dalam Pasal 7 dariDeklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa "Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun.
Pasal 27 ayat (1) "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.[5] Sehingga mereka ODGJ memiliki hak yang sama dengan warga Negara yang sehat jasmani dan rohani,
Masalah yang timbul sekarang adalah diperbolehkannya ODGJ untuk memilih pada pemilihan umum, sehingga menimbulkan prokontra dikalangan ahli hokum, politik, pendidik, pelajar, masyarakat dan semua kalangan. Hal ini sangat disayangkan apalagi pemilihan umum tidak lama lagi akan diselenggarakan.
Banyak yang menghawatirkan suara ODGJ nanti bisa disalah gunakan oleh oknum tak bertanggung jawab.Baiknya kita lihat terlebih dahulu peraturan yang menguatkan bahwa ODGJ bisa memilih, dalam Pasal 43Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyakan bahwa:
Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.