Lihat ke Halaman Asli

Peran Mahasiswa Farmasi Terkait Dicabutnya RUU Kefarmasian dari Proglenas Prioritas

Diperbarui: 25 April 2021   05:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama ini farmasi dibuat kecewa lantaran Rancangan Undang-undang kefarmasian sebelumnya masuk kedalam susunan proglenas prioritas kemudian dicabut secara resmi. Rancangan Undang-Undang kefarmasian merupakan landasan dalam meregulasi pendidikan serta profesi utamanya untuk farmasis atau apoteker. 

Rancangan Undang -- undang kefarmasian ini adalah suatu rancangan yang sebelumnya telah diajukan oleh civitas kefarmasian dalam rangka meregulasi terkait dengan produk-produk kefarmasian, sumber daya manusa farmasi, lembaga-lembaga kefarmasian, ranah pendidikan farmasi, asosiasi kefarmasian, ataupun kelembagaan farmasi. Rancangan Undang -- undang ini pula mencakup larangan ataupun anjuran mengenai hal -- hal yang terdapat dalam kefarmasian. 

Rancangan-undang-undang kefarmasian memiliki urgensi yang sangat penting dimana dapat menjadi suatu pondasi yang sangat kuat dan sebagai payung hukum bagi tenaga kefarmasian sebab tanpa adanya payung hukum ini, akan banyak permasalahan yang dapat timbul akibat tidak adanya rancangan undang-undang yang meregulasi penatalaksanaan dalam ranah kefarmasian. 

Disamping itu terdapat pula dampak -- dampak yang dapat ditimbulkan akibat dari disahkannya Rancangan Undang -- undang ini, seperti dampak positif yang dapat memberikan kejelasan terkait kelangsungan kerja dari profesi apoteker, adanya naungan payung hukum, dan bahkan dapat meningkatkan eksistensi profesi apoteker. 

Dengan dicabutnya Rancangan Undang -- undang kefarmasian, pelaksanaan tugas apoteker menjadi tidak maksimal, tanpa di sahkannya rancangan Undang-undang kefarmasian ini sulit untuk membuat keteraturan dalam pelaksanaan pelayanan farmasi, selain itu, dengan dicabutnya Rancangan Undang -- Undang Kefarmasian dari prolegnas prioritas ,  ini bukan hanya akan berdampak pada farmasis atau apoteker saja akan tetapi dampaknya pula dapat meluas hingga ke masyarakat. 

Seperti yang disebutkan diatas bahwa Rancangan Undang -- undang kefarmasian memiliki urgensi yang sangat penting dalam mengatur segala hal di bidang kefarmasian, contoh sederhana misalnya dalam distribusi obat -- obatan, ketika obat-obatan didistribusikan maka akan timbul beberapa risiko yang dapat merugikan, seperti misalnya adanya penyalahgunaan obat -- obatan, atau adanya obat - obatan yang belum teruji secara klinis itu diperdagangkan secara bebas, obat illegal ataupun vaksin palsu, ketika hal tersebut terjadi maka farmasis yang memiliki tanggung jawab terhadap pendistribusian obat - obatan tersebut akan ikut merasakan dampaknya karena tidak adanya payung hukum yang jelas menaungi insan farmasi. 

Selain itu pula dalam hal pengawasan produk kefarmasian misalnya obat-obatan atau kosmetik, apoteker akan sangat sulit untuk merealisasikannya, hal ini dikarenakan mereka akan terhalangi oleh aspek legalitas dan juga tidak adanya payung hukum yang mendukung. 

Pada pelayanan kesehatan misalnya pada rumah sakit, seorang apoteker akan sangat kesulitan dalam menentukan dosis penggunaan obat yang diberikan kepada pasien karena adanya keterbatasan wewenang akibat di cabutnya rancangan undang -- undang kefarmasian ini, karena alasan itu semua apoteker memerlukan wewenang dan payung hukum yang jelas yang dapat mengcover ketenagakerjaan di bidang farmasi ini. 

Berkaca dari beberapa dampak yang dapat dilihat dari berbagai perspektif  tersebut diatas dimana bukan hanya insan farmasi yang merasakan dampaknya akan tetapi akan merembes pula hingga ke masyarakat. 

Makanya banyak pihak yang merasa sangat kecewa akan keputusan dari DPR mengenai pencabutan rancangan Undang-undang kefarmasian dari prolegnas prioritas ini, karena seharusnya pemerintah dan penegak hukum semestinya lebih menegakkan rancangan undang -- undang kefarmasian ini melihat besar dan luasnya dampak yang bisa ditimbulkan dan belum adanya  kejelasan payung hukum  dalam mengakomodir selueruh aktivitas kefarmasian, karena dengan adanya rancangan undang -- undang kefarmasian yang sebelumnnya telah diajukan oleh Ikatan apoteker Indonesia kepada DPR, dengan harapan dapat memberikan konsep regulasi profesi apoteker, organisasi profesi dan masyarakat serta stakeholder lainnya guna menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia terkhusus pula pada peningkatan mutu ketenagakerjaan dibidang farmasi,  pemerintah seharusnya lebih memerhatikan dengan jeli mengenai aspek tersebut dan juga menjadikan RUU kefarmasian  sebagai undang -- undang  yang memiliki kejelasan akan tetapi realita yang sekarang terjadi malah sebaliknya rancangan undang -- undang yang telah ada malah di tiadakan dari program legislasi nasional prioritas.

 Sebelumnya karena adanya ketidakjelasan payung hukum yang menaungi civitas farmasi yang dimana terdapat dua peraturan yang terbit ditahun yang sama yakni peraturan Undang -- undang nomor 36 tahun 2009 dan juga peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009. PP ini mengacu pada undang -- undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline