Menghidupkan Keummatan, Keislaman, dan Keindonesiaan sebagai Pilar Demokrasi di Maluku Utara: Catatan Reflektif F.M.G
Diskursus tentang keummatan, keislaman, dan keindonesiaan menjadi semakin relevan di tengah tantangan sosial dan politik yang dihadapi Maluku Utara saat ini. Ketiga nilai ini tidak hanya memberikan arah yang jelas dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, tetapi juga menjadi dasar dalam membangun demokrasi yang sehat dan adil. F.M.G, seorang pemerhati sosial dan politik dari Maluku Utara, menegaskan bahwa pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai ini adalah kunci untuk menciptakan tatanan masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.
Keummatan: Menguatkan Solidaritas Sosial di Tengah Keragaman
Keummatan berbicara tentang solidaritas dan persaudaraan antarumat manusia yang melampaui batasan agama, budaya, dan etnis. Dalam konteks Maluku Utara, semangat ini dapat diwujudkan melalui program-program yang mendorong partisipasi masyarakat dalam membangun komunitas yang lebih harmonis. Misalnya, program "Gerakan Masyarakat Berdaya" yang mengedepankan kolaborasi lintas kelompok, baik di bidang ekonomi maupun sosial, bisa menjadi contoh nyata bagaimana keummatan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh konkret, di sebuah desa kecil di Halmahera Selatan, warga Muslim dan Kristen bersatu dalam membangun jembatan penghubung antarwilayah. Kerja sama ini tidak hanya menunjukkan semangat gotong royong, tetapi juga membuktikan bahwa keummatan dapat mengatasi perbedaan demi tujuan bersama.
Keislaman: Melampaui Ritual menuju Etika Universal
Keislaman sebagai nilai universal mencakup keadilan, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama. Nilai ini sangat relevan dalam tata kelola pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. F.M.G menyoroti pentingnya menjadikan keislaman sebagai panduan dalam mengambil keputusan politik, terutama dalam memilih pemimpin yang amanah.
Sebagai contoh, F.M.G mengapresiasi inisiatif di beberapa wilayah Maluku Utara yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dalam pendidikan. Sekolah-sekolah berbasis pesantren mulai memberikan pelatihan kewirausahaan kepada siswa, sehingga mereka tidak hanya memahami agama secara mendalam tetapi juga memiliki keterampilan untuk menghadapi dunia kerja. Hal ini menunjukkan bahwa keislaman tidak hanya tentang ritual, tetapi juga membangun individu yang tangguh dan bermanfaat bagi masyarakat.
Keindonesiaan: Menjaga Kebhinnekaan dalam Bingkai Nasionalisme
Keindonesiaan adalah semangat untuk menjaga identitas lokal sekaligus merangkul nilai-nilai kebangsaan. Maluku Utara, dengan kekayaan budaya dan sejarahnya, memiliki peran strategis dalam memperkuat rasa kebangsaan. F.M.G menegaskan bahwa budaya lokal, seperti tradisi barifola (musyawarah adat), dapat menjadi inspirasi untuk memperkuat demokrasi di tingkat lokal maupun nasional.
Contohnya, di Ternate, tradisi barifola telah diadopsi dalam beberapa forum diskusi politik sebagai model pengambilan keputusan yang inklusif. Dengan melibatkan semua pihak, tradisi ini mampu menghasilkan keputusan yang lebih adil dan diterima oleh semua kalangan. Hal ini menunjukkan bagaimana nilai lokal dapat bersinergi dengan prinsip-prinsip keindonesiaan untuk memperkuat demokrasi.