Lihat ke Halaman Asli

Fitka Sari

Perangkai Kata

"Kongkow" Bareng Juri Cipta Puisi FLSSN 2024 (Budi Sardjono, Latief EnR, Tedi Kusyairi)

Diperbarui: 28 April 2024   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Fitka

Kalau bukan karena diutus MGMP di kotaku menjadi panitia FLSSN, mungkin aku tak akan pernah bisa bersua dengan mereka, penulis-penulis hebat yang menjadi juri. Sebagai seorang introvert, awalnya tugas ini membebaniku. Aku bertugas menyambut juri, menyilakan mereka masuk ke ruang transit dan mengajak mereka ngobrol sampai tiba waktunya lomba dimulai. 

Sesepele itu sebenarnya. Tapi, ah..untung saja ada tugas dadakan. Aku diminta cek ke ruangan lomba baca dan cipta puisi yang dijaga anak-anak OSIS.  Ruang yang tidak bisa dikatakan dekat membuatku wara-wiri. Ruang lomba baca puisi di lantai 2 sebelah timur, dan ruang cipta puisi di pojok kelas sebelah barat daya lantai 1. Tapi karena tugas baru itu, tugasku untuk "nyambut juri" dihandle panitia lain yang tak lain ketua MGMPku.

Lomba dimulai setelah acara pembukaan selesai. Juri masuk ke ruangan yang aku tungguin. Aku cukup bersalaman, para juri lantas bergegas  mengumumkan tema puisi yang harus dibuat anak-anak.  Selama menunggu proses cipta puisi yang diberi waktu 4 jam, aku berkesempatan mengobrol satu-satu dengan juri. 

  Pak Budi Sardjono, juri pertama yang paling senior. Ini kedua kalinya kami berkesempatan bertemu setelah sebelumnya beliau mengisi materi Penulisan Drama dalam MGMP kami. Seorang penulis yang saat kutanya sudah berapa buku yang terbit, beliau menjawab "cuma" 70-an buku. Waw! 70-an buku dan beliau bilang "cuma", aku tergelak.  

Tips dari beliau saat kutanya bagaimana bisa ide tidak habis, "Jalan-jalan, jangan di rumah saja. Gimana ide muncul kalau cuma liat langit-langit kamar," ujarnya. Aku kembali tergelak. Baliau seakan bisa membaca pikiranku yang selepas kerja hanya rebahan di kamar.  

Saat beliau tahu dari mana asalku, beliau menjawab, "Wisata di daerahmu lebih kaya dari Sleman. Main-mainlah, dan buat tulisan,"ujarnya.

 Aku menyanggah. Kukatakan semua hal mengenai tempat yang ada di muka bumi ini nyaris sudah pernah ditulis orang.
"Itu bisa benar, tapi yang membedakan sudut pandang. Cari sudut pandang yang lain," ucap beliau.

Selain bercerita tentang Watu Lumbung dan Cantelan atau (Sergoum?), beliau membicarakan mahalnya pementasan drama. Itu bisa disiasati dengan "Dramatic Reading" seperti monolog, tetapi bisa dua atau tiga orang. Tidak banyak biaya, yang penting vocal dan penghayatan kuat (matang?). 

Saat kutanya apa buku-bukunya dalam bahasa Indonesia atau Jawa, beliau menjawab dua-duanya. "Suka bacaan Jawa?" "Lumayan, Pak. Dulu rajin menulis di Djaka Lodhang, "jawabku.  "Tak kasih bukuku mau?" ah dan sekejap, buku ini menjadi milikku. Hehe..makasih pak! Ini kaya kado aja karna kebetulan aku ultah bulan ini.

Dokpri Fitka 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline