Sesiang ini, HP tak lepas dari tanganku. Beberapa pesan yang masuk ku cek dengan cepat. Aku sangat berharap salah satunya ajakan makan siang dari dia. Semalam aku sudah mentraktirnya BBQ, lewat perdebatan singkat, aku yang bayar, dengan harapan, dia kini gantian yang mengajakku.
Bukan karena pelit, itu hanya satu-satunya alasan yang aku punya agar aku bisa bertemu lagi dengannya. Dia wanita mandiri yang tak tergantung pada lelaki. Bahkan urusan bill, kami harus berdebat. Aku ingin dia merasa berhutang padaku dan gantian membayarnya lewat ajakan makan siang.
Rinduku tak tertahan untuk sekadar mendengar suara tawanya, melihatnya memainkan sedotan di gelas sebelum akhirnya bibirnya yang ranum menyeruput dengan anggun.
Sayangnya, aku lelaki beristri. Tak seharusnya aku menyukainya. Tapi perasaan ini serasa kutukan yang tak bisa kulawan.
"Kamu tidak bisa selalu menggunakan alasan makan untuk bertemu denganku."
Semalam, sesudah plate BBQ terakhir terpanggang, dia berkata sembari tersenyum.
Aku menatapnya takjub. Wanita ini kenapa harus kutemukan sesudah aku berada dalam pernikahan yang sah.
"Aku tahu kamu hanya bosan. Kembalilah setia kepada istrimu. Bosan adalah hal umum yang terjadi dalam pernikahan," sambungnya.
Kuteguk soda disampingku. Aku tak ingin berdebat. Aku takut kata-kata akan membuatku kehilangan fokus menatap wajahnya. Mengangumi wajahnya dari dekat sudah merupakan kebahagiaanku.
Tangannya masih asyik membolak-balik daging dengan sumpit. Asap mengepul dari pemanggangan. Dia sedikit terbatuk. Segera kusodorkan sodaku.