Lihat ke Halaman Asli

Pemberdayaan Pelaku UMKM di Masa Pandemi COVID-19

Diperbarui: 24 Maret 2022   18:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia dikejutkan dengan munculnya wabah penyakit baru pada akhir tahun 2019. Penyakit tersebut adalah COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) yang berasal dari Kota Wuhan, China. COVID-19 disebabkan oleh SARS-Cov-2 yang merupakan salah satu jenis coronavirus. Penyakit ini menular dengan cepat, penularannya dilakukan melalui percikan (droplet) dari saluran pernapasan, yang dapat keluar ketika batuk atau bersin.

Penderita penyakit ini dapat mengalami berbagai gejala, mulai dari demam, batuk kering, sampai kesulitan bernapas. Gejala yang dialami oleh penderita COVID-19 tidak selalu sama, dan dapat dikategorikan menjadi gejala paling umum, sedikit tidak umum, dan gejala serius. Penyebaran yang sangat cepat, menyebabkan banyak negara di dunia mengalami wabah penyakit atau pandemi COVID-19, tidak terkecuali Indonesia.

Dengan adanya pandemi COVID-19, keberlangsungan hidup masyarakat seolah terhenti. Krisis yang dihadapi setiap negara, termasuk Indonesia, berdampak pada berbagai sektor kehidupan. Mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, sosial, sampai sektor ekonomi. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per 19 April 2020 jumlah pasien positif terinfeksi COVID-19 mencapai angka 6.575 orang.

Untuk mengurangi angka tersebut dan mencegah meningkatnya jumlah penularan, pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan berupa pembatasan dan pengawasan pada aktivitas masyarakat, yang disebut dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini mencakup pembatasan dalam aktivitas sekolah, aktivitas kerja, aktivitas ibadah, aktivitas perjalanan, aktivitas ekonomi dan aktivitas sosial lainnya.

Dampak yang ditimbulkan dari adanya pembatasan sosial kegiatan masyarakat di masa pandemi tersebut sangat besar. Pada sektor kesehatan, dampak pandemi COVID-19 ditunjukkan oleh terus meningkatnya jumlah kasus positif dan kasus kematian, serta penurunan cakupan pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit dan puskesmas. Selain itu, pandemi COVID-19 juga berdampak besar pada sektor ekonomi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Usaha Menengah dan Besar (UMB) mengalami penurunan pendapatan sekitar 82,29 persen, sedangkan Usaha Mikro Kecil (UMK) mengalami penurunan pendapatan sekitar 84,20 persen. Selain itu, pada skala UMB, pengurangan jumlah pegawai mencapai 46,54 persen, lebih besar dari UMK yang hanya 33,23 persen.

Baik pada skala UMB maupun UMK, secara umum cenderung mengalami penurunan permintaan karena pelanggan atau klien yang juga terdampak COVID-19. Kemudian, 6 dari setiap 10 perusahaan menghadapi kendala akibat rekan bisnis mereka terimbas sangat buruk atau tidak dapat beroperasi secara normal baik di skala UMK, maupun UMB.

Kendala lain yang dihadapi perusahaan ketika masa pandemi COVID-19 adalah masalah keuangan terkait pegawai dan operasional. Dengan menurunnya pendapatan perusahaan, dan pengurangan jumlah pegawai, mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran, menurunnya pendapatan masyarakat, dan meningkatnya angka kemiskinan.

Pendapatan masyarakat yang menurun mengakibatkan rendahnya daya beli produk oleh masyarakat sebagai konsumen, dan menyebabkan angka penjualan perusahaan atau pelaku usaha kecil menurun secara signifikan. Tidak hanya itu, penerapan social distancing pada banyak sektor kehidupan masyarakat, termasuk aktivitas ekonomi, sangat berpengaruh pada keberlangsungan Usaha Mikro Kelas Menengah (UMKM).

Kelompok masyarakat pelaku UMKM sangat bergantung pada strategi pemasaran dan kegiatan transaksi jual beli secara tradisional, atau tatap muka (offline), sehingga pandemi COVID-19 sangat merugikan usahanya.

Masyarakat yang dibatasi berbagai kegiatannya secara sosial, lambat laun beradaptasi dengan beraktivitas secara online atau digital. Mulai dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi para pelajar, Work from Home (WFH) bagi para karyawan, sampai pola belanja masyarakat yang berubah menjadi secara online melalui e-commerce atau penggunaan platform digital berupa media sosial dan marketplace.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline