Lihat ke Halaman Asli

Fiska Puspa Arinda

Psikolog Klinis

Cara Ringkas agar Otak Anak Selaras

Diperbarui: 19 Juli 2021   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Familiar dengan rengekan anak-anak yang terkadang tidak masuk akal bagi kita? Misalnya meminta memakai kursi makan adik yang sudah tidak muat lagi untuknya. Banyak dari orang tua langsung menanggapi situasi tersebut dengan menjelaskan bahwa kursi itu bisa saja rusak jika dipaksa untuk dipakai. Lalu, apakah anak akan langsung mengerti bahwa kursi tersebut tidak bisa dipakai lagi olehnya? Anda mungkin justru mendapati anak-anak semakin tidak terkendali.

Menghadapi kondisi anak-anak yang terkadang tidak terduga adalah tantangan bagi orang tua. Orang tua sejatinya adalah fasilitator terbaik bagi anak. Anak-anak membutuhkan orang tua untuk dapat merasakan, memahami dan mengenal apa yang terjadi pada dirinya sendiri, orang lain ataupun lingkungan sekitar. Namun, kurangnya pemahaman kita terhadap hal-hal esensial dalam perkembangan manusia (khususnya anak) terkadang menghambat proses pengasuhan. Hal ini kemudian menyebabkan frustasi dan pelampiasan emosi kepada anak.

Situasi yang tergambar di atas akan menjadi lingkaran setan yang terus membelenggu kita saat membersamai tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, orang tua perlu untuk memahami bagaimana perkembangan anak, salah satunya adalah perkembangan otak anak. Lalu, bagaimana kita membantu anak-anak untuk mengoptimalkan perkembangan otaknya agar dapat mencapai kondisi psikologis yang ideal?

Pengalaman Membentuk Struktur Otak

Anak yang pintar dalam matematika biasanya dikaitkan dengan dominannya otak kiri. Sedangkan anak yang menyukai bidang seni akan dikatakan bahwa otak kanannya lebih dominan. Kalimat seperti itu tidak asing terdengar pada masyarakat kita. Apakah pemberian cap seperti itu benar adanya?

Realitasnya, dominannya otak kanan dan kiri memang dapat terjadi pada sistem saraf manusia. Namun bukan berarti bahwa seseorang dapat dilabel dominan otak kiri atau kanan. Hal itu dapat berubah sesuai dengan kondisi yang dialami. Sebagai contoh, anak yang mengatakan bahwa dia takut berpisah dengan orang tuanya saat sekolah menunjukkan bahwa pada saat itu penggunaan otak kanan anak lebih dominan. Sementara itu, anak yang lebih dewasa ketika bertengkar dengan temannya akan mengatakan "aku tidak peduli jika kami tidak pernah berbicara lagi, aku benar dan dia salah". Kondisi ini menunjukkan bahwa anak sedang dalam dominansi otak kiri karena adanya penyangkalan emosi yang ia rasakan. Inilah yang disebut disintegrasi, dimana peran antara otak kanan dan kiri yang tidak selaras.

Sebelum jauh membahas bagaimana menyelaraskan otak kanan dan kiri, kita perlu tahu bahwa otak kita bersifat "plastis". Richard Bergland, seorang ahli saraf melalui Hebbian Theory (1949) mengungkapkan bahwa plastisitas otak memungkinkan otak manusia mampu membentuk kembali dan menghubungkan dirinya sendiri. Ini berarti otak berubah secara fisik sepanjang perjalanan hidup kita, bukan hanya di masa kanak-kanak, seperti yang kita duga sebelumnya. Lalu apa yang dapat membentuk otak kita? Daniel J. Siegel dan Tina Bryson dalam bukunya The Whole-Brain Child mengungkapkan bahwa pengalaman hiduplah yang akan membentuk struktur otak kita.

Pengalaman yang kita alami dengan anak kita sehari-hari akan menentukan struktur otak mereka. Setiap hal yang terjadi akan mempengaruhi bagaimana otak berkembang. Hal ini menjadi kabar baik bahwa melalui peristiwa sehari-hari kita memiliki kesempatan untuk memfasilitasi otak anak kita bekerja secara selaras.

Menyelaraskan Otak Kanan dan Kiri

Banyak penelitian yang telah mengungkapkan fungsi otak kanan dan kiri. Otak kiri adalah bagian otak yang logis, lingustik, literal dan linier. Sementara itu, otak kanan adalah bagian otak yang holistik dan nonverbal (mengirimkan dan menerima sinyal berupa ekspresi wajah, kontak mata, nada suara, postur dan gestur). Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa kedua bagian otak ini perlu bekerja secara selaras agar anak-anak dapat memiliki kondisi psikologis yang ideal.

Kondisi pandemi ini memungkinkan anak-anak memiliki keluhan seperti, "Ibu aku bosan dirumah terus." Beberapa dari kita mungkin akan menjawab, "Kita memang harus di rumah dulu karena banyak virus berbahaya." Pada situasi ini, anak-anak sedang mengalami gelombang emosi yang dahsyat pada otak kanannya tanpa banyak keseimbangan logika pada otak kiri. Bagaimana membantu mereka untuk dapat menyelaraskannya kembali? Berikut tiga cara ringkas agar otak selaras:

  • Mempertajam indra untuk memahami anak
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline