Saat ini informasi apapun tersebar dengan sangat mudah dan merambat cepat dari satu media ke media lain serta terus bertumbuh dengan subur. Lahirnya digitalisasi menjadi lahan basah bagi pengembangbiakan informasi. Pemanfaatan ruang digital daring baik itu media sosial seperti instagram, tiktok, telegram, youtube, x, dan sebagainya dapat menjadi saluran positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan opini positif yang membangun.
Namun, seringkali informasi yang tidak benar terkait informasi tertentu yang dirangkai dengan kata-kata seoalah tampak nyata. Informasi yang muncul dibuat untuk menarik rasa simpatis dan memengaruhi emosi publik. Oknum yang menciptakan informasi palsu berusaha menarik perhatian masa agar terjerat dengan mudah dan tanpa sadar menyebarluaskan informasi palsu tersebut.
Oknum pencipta informasi palsu yang dikenal dengan preman opini atau penggiring opini hadir dalam ruang media sosial dalam bentuk konten yang dipublikasikan dan dikomentari oleh para oknum tersebut secara terstruktur dan masif. Mereka memanasi situasi tertentu dan menyulut emosi banyak orang. Selain itu, mereka juga menghadirkan banyak informasi terstruktur yang tampak nyata seolah-olah keadaan masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
Sering kita dengar bahwa para oknum penggiring opini bekerja dengan modus operandi tertentu. Mereka hadir untuk mengecoh ruang publik. Keberadaannya sulit untuk dilacak. Bahkan, mereka kerap kali muncul memanasi publik melalui opini dalam bidang politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Ada oknum yang melakukannya untuk kesenangan semata atau iseng. Ada pula yang memang dibayar oleh orang dengan kepentingan tertentu untuk mengalihkan topik pemberitaan nyata tertentu agar fokus masyarakat teralihkan dengan berita lain.
Oknum ini menyampaikan ujaran kebencian, melakukan caci-maki di konten media sosial para artis, influenser, tokoh politik, dan sebagainya. Mereka melakukan banyak cacian yang memengaruhi kondisi psikologis korbannya. Maka banyak kita dengar di luar sana, publik figur mengakhiri nyawanya karena tekanan dan hinaan kasar para pembiri opini di kolom komentar media sosialnya.
Oknum penggiring opini dapat mengecoh banyak orang. Oleh karena itu, informasi apapun yang tersebar di media masa dan media sosial perlu disaring dan dicari pembenarannya. Sering terjadinya pengalihan isu akan pemberitaan yang memanas di media masa, membuat masalah yang dipertanyakan masyarakat berujung pada masalah tidak pernah terpecahkan dan menghilang bagaikan uap di udara.
Cerdiknya para penggiring opini beroperasi menjadikan kata-kata dan kalimat sebagai senjata pamungkas. Mereka lihai dalam mengarang kalimat provokatif. Barangkali mungkin saja mereka adalah orang-orang cerdas yang memanfaatkan keahliannya dengan cara menyimpang untuk hal-hal yang menguntungkan secara pribadi.
Mereka bisa saja hanya anak sekolah yang berusaha untuk menaklukan dunia digital dengan menciptakan informasi yang dapat menular cepat dengan konten fiktik. Mereka muncul dengan identitas samaran yang tidak mudah untuk ditemukan keberadaannya. Opini yang mereka sampaikan juga pertama kali dibuat dan ditanggapi oleh akun-akun mereka yang lain sehingga terurailah opini terstruktur yang tampak seolah nyata. Beginilah modus ini bekerja dengan begitu rapi.
Apakah sebetulnya yang betul-betul oknum ini cari? Tentu saja mereka melakukannya untuk mencari keuntungan karena mereka rata-rata dibayar oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan saingan atau lawannya di industri tertentu. Namun, ada pula yang melakukannya hanya karena kesenangan semata.
Penggiring opini dapat menjadi ancaman stabilitas suatu negara. Operasi ini berjalan rapi dan tak kasat mata karena hanya bergerak mulus dalam dunia maya. Barangsiapa yang sering berinteraksi dengan segala macam konten di media sosial tanpa berpikir kritis, maka akan mudah terjerat dengan segala opini fiktif.