Lihat ke Halaman Asli

Pemeriksaan dokumen konstruksi

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam berbagai diskusi tentang peraturan energi dalam bangunan, ada satu topik yang hampir selalu luput dari perhatian. Topik ini adalah kesiapan code officials dalam menjalankan pemeriksaan (review) dokumen konstruksi. Code officials (saya tidak tahu apa istilah Indonesianya) adalah mereka yang bertugas untuk memeriksa dokumen konstruksi agar segala sesuatu yang dituangkan dalam dokumen konstruksi itu sesuai dengan berbagai aturan perundangan yang berlaku di sebuah jurisdiksi. Biasanya jurisdiksi ini meliputi satu kota, atau dalam kasus khusus bisa meliputi satu propinsi seperti Jakarta misalnya. Kesiapan code officials yang saya maksud bukan hanya dari segi penguasaan muatan peraturannya itu sendiri, kalau ini sih sudah jelas bahwa semua code officials akan memerlukan pelatihan untuk memahami semua kandungan peraturan baik yang baru maupun yang lama. Yang lebih saya tekankan adalah proses pemeriksaan dokumen konstruksi itu sendiri, apa yang terjadi setelah dokumen konstruksi diserahkan ke balai kota,sekaligus bagaimana, kapan dan oleh siapa dokumen itu diperiksa. Kalau konteks ini, bagian yang paling penting untuk diperhatikan adalah keterbukaan proses pemeriksaan. Proses pemeriksaan dokumen konstruksi di Indonesia sama sekali jauh dari transparan. Saya memang tidak punya bukti-bukti yang bisa dipakai di pengadilan untuk mendukung pernyataan saya ini, tapi ada banyak sekali anecdotal evidence yang bisa dipakai oleh pihak yang berwenang untuk memperbaiki keadaan sekarang. Kalau anda punya contoh anecdotal evidence lainnya, silakan tuliskan di bagian komentar di bawah ini. Ada tiga hal yang bisa saya sebutkan untuk menunjukkan bahwa tidak ada keterbukaan dalam proses pemeriksaan dokumen konstruksi. Pertama: tidak ada timestamp kapan dokumen itu diterima oleh balai kota, dan berapa lama dokumen itu akan diproses. Ini adalah alasan klasik yang disampaikan oleh arsitek dan insinyur ketika saya tanyakan, "kenapa sih anda harus memberikan uang untuk petugas pemeriksa dokumen?" Jawabannya seragam, "Boleh saja kita coba, Pak. Tapi yang biasanya terjadi adalah dokumen kita akan diletakkan paling bawah di tumpukan kerja mereka, dan tidak akan naik-naik sampai ada uang pelicin." Berikut (Gambar 1) contoh dokumen konstruksi yang sudah diberi timestamp pada saat penerimaan, berikut kode pejabat yang menerima dokumen konstruksi tersebut. Dalam gambar di bawah juga disebutkan bahwa gambar elektrikal dan mekanikal tidak diperiksa sama sekali, tetapi akan dilakukan pemeriksaan lapangan. [caption id="attachment_128246" align="alignnone" width="523" caption="Gambar 1: Timestamp pada dokumen konstruksi"][/caption] Kedua: hasil pemeriksaan tidak pernah dikeluarkan. Kalau gambar kita dikatakan salah, tidak pernah ditunjukkan apa kesalahannya dan bagaimana cara memperbaikinya. Berikut beberapa contoh komentar yang dituliskan di sebuah gambar yang sudah diperiksa di Balai Kota Boise, Amerika Serikat. Di Gambar 2 petugas pemeriksa menunjukkan adanya kesalahan dalam memenuhi peraturan keselamatan. Di situ beliau menuliskan komentar bagaimana caranya untuk memperbaiki gambar tersebut. Sangat sederhana dan transparan. [caption id="attachment_128198" align="alignnone" width="467" caption="Gambar 2: Komentar untuk penambahan tanda keluar"][/caption] Di Gambar 3 pemeriksa menuliskan butir-butir yang belum disebutkan dalam gambar konstruksi. Di sana juga dituliskan peraturan apa saja yang harus dipenuhi sebelum dokumen konstruksi dinyatakan lulus. [caption id="attachment_128199" align="alignnone" width="440" caption="Gambar 3: Komentar tentang sistem mekanikal dan kelamatan"][/caption] Gambar 4 adalah kasus yang biasa terjadi, yaitu perbedaan asumsi antara perancang dan code officials. Di situ pemeriksa menuliskan bahwa berdasarkan asumsi yang dia pakai, total penghuni adala 80 orang dan ini akan menentukan berapa pintu keluar darurat yang diperlukan untuk zone tersebut. [caption id="attachment_128199" align="alignnone" width="298" caption="Gambar 4: Komentar tentang kepadatan penghuni"] [/caption] Dengan adanya hasil review yang terbuka ini, maka perancang bangunan akan paham bagaimana caranya memperbaiki rancangannya. Ketika hal ini saya sampaikan kepada para perancang bangunan, kebanyakan jawaban yang saya dapatkan adalah biasanya mereka tidak mendapatkan hasil review seperti itu. Dalam salah satu jurisdiksi, jawaban yang saya dapatkan malah luar biasa sekali, "Mereka pasti akan selalu menemukan kesalahan pada gambar kita, tanpa memberikan solusi. Satu-satunya solusi adalah agar kita memberi uang agar gambarnya mereka yang memperbaikinya. Kalau code officials mempunyai pekerjaan sambilan sebagai drafter, maka hal seperti inilah yang terjadi. Ketiga: harus jelas siapa code officials yang melakukan pemeriksaan. Setiap komentar yang diberikan pada dokumen konstruksi adalah keputusan hukum yang bisa dituntut di pengadilan. Karena itu harus jelas siapa yang melakukan pemeriksaan. Tentunya kesemuanya harus dibarengi dengan kebijakan ombudsman yang memadai. Pelaporan penyelewengan haruslah dimudahkan. Dengan adanya keterbukaan dalam proses pemeriksaan, maka pihak ombudsman akan mudah melakukan penyelidikan karena semuanya sudah transparan. Code officials yang bertugaspun tidak bisa berleha-leha dalam menyelesaikan tugasnya, karena semua hasil pemeriksaan akan punya timestamp sehingga semua kronologi pemeriksaan dapat dilaporkan dengan rinci.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline