Lihat ke Halaman Asli

Firza Auliya Akbar

Mahasiswa Tingkat Akhir

Antara Empirisis dan Rasionalis Filsafat

Diperbarui: 28 April 2020   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pernahkah kita berfikir bagainama kuda yang kita lihat itu dinamakan atau disebut sebagai kuda ? Bagaimana kita mengerti bahwa hewan dengan empat alat gerak berwarna hitam cokelat memiliki poni dan dan bersurai serta meringkik itu adalah kuda. Atau bagaimana kita mengetahui nama hewan tersebut adalah kuda ? Bagaimana dengan matahari, pohon, hewan dan eksistensi lainnya ? Bagaimana bisa kita bersepakat diantara 7.5 miliar manusia di dunia bahwa hewan dengan deskripsi seperti diatas adalah kuda, walaupun berbeda bahasanya.

Jelas ada yang membuat semua kebetulan ini. Jika kita menjawab semua itu ada karena konsepsi masal, maka bagaimana, yang memberikan ide untuk penyebutan terhadap makhluk itu memiliki ide tersebut ?, jika ada pencetus dalam konsepsi masal itu. Atau bagaimana bisa, semua orang dapat berpikiran sama bahwa deskripsi untuk kuda adalah seperti deskripsi diatas ?, sehingga melahirkan penyebutan "kuda" untuk hewan kuda.

Menurut para filosof rasionalis, seperti Descartes atau juga Plato, akal lah sumber semua ini. Pikiran kita yang menyebabkan ada kata "kuda" dalam kamus kita untuk hewan yang meringkik, berkaki empat dsb. Aliran filosof rasionalis percaya bahwa kita, manusia, dimana didalam akal kita, sudah dibekali sebuah 'ide' tentang alam sekitar dan bagainama dunia kita ini. Pada contoh kasus kuda tadi, kata kuda akan melekat pada hewan yang meringkik, dan berbagai deskripsi lainnya, karena sudah ada 'kuda ide' di otak kita, di akal kita, dipikiran kita. Ide itulah yang memunculkan kata "kuda" untuk kuda yang sebagaimana kita saksikan di dunia ini. Ketika kita melihat hewan kuda, 'kuda ide' kita akan muncul, seolah kita pernah melihat kuda itu terwujud sebelumnya. Dari sanalah kita mengatakan bahwa hewan yang meringkik, memiliki empat alat gerak dan lain-lain, kita sebut sebagai kuda. Karena dipikiran kita sudah ada 'kuda ide' bawaan tadi. Hal ini diperkuat bahwa jika kita mengajukan teori konsepsi masal, mengapa bisa terjadi ide yang sama ?, karena setiap kita (manusia) punya pikiran, dan pikiran kita sudah dibekali dengan 'kuda ide', lebih khusus lagi 'ide' itu sendiri. Sehingga akan menghasilkan konsep kuda yang sama, karena tiap individu memiliki 'kuda ide' di kepalanya. Maka akan mudah menyepakati bahwa itu adalah hewan kuda.

Namun hal ini disanggah oleh kalangan filosof empirisis. Hume, Locke, mereka menyatakan bahwa pengetahuan yang kita miliki berasal dari indra. Pendengaran kita, pengelihatan, rabaan, pengecap, serta hidung kita semua berfungsi membentuk pengetahuan kita tentang dunia ini. Dengan pendengaran kita, kita mendapatkan pengetahuan bahwa kuda itu meringkik, mata kita menambahkan bahwa bentuk dan warna rambut kuda seperti kuda yang kita lihat saat ini. Hidung kita turut menyumbang bau kuda, juga indra lainnya pun berperan terhadap pengetahuan kita. Jika rasionalis mengatakan bahwa yang kita sebut kuda di dunia kita saat ini berasal dari 'kuda ide' dalam kerajaan 'ide' dipikiran kita, maka sebutan kuda dari filosof empirisis berasal dari makhluk kuda itu sendiri. Kuda yang kita sebut "kuda", di dunia relitas kita ini berwujud seperti apa yang indra kita lihat, dengar, rasakan, dan kita ciumi. Alih-alih mengatakan bahwa ada 'kuda ide', kaum empirisis lebih percaya sebutan kuda itu karena indra kita menangkap makhluk itu, dengan wujud seperti itu, dengan warna seperti itu pula, dan kemudian karena keadaan makhluk itu seperti itulah kita menyebut sekaligus membedakan dan mengkategorikan, pengetahuan dari indra kita tentang makhluk kuda adalah "kuda" yang kita sebut esok, hari ini dan kemarin. Secara sederhana kita mengetahui kuda karena seperti adanya kuda itulah sehingga kita menyebut bahwa itu adalah kuda.

Dari situlah kita bisa menamakan banyak hal dikehidupan kita, dari sanalah pengetahuan kita berasal. Baik dari 'ide' maupun dari indra. Secara pasti keduanya berperan menciptkan merah untuk merah, apel untuk apel, dan ide dan indra untuk ide dan indra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline