Lihat ke Halaman Asli

firta yolin

freelancer

Terpuruk Tak Berarti Buruk

Diperbarui: 31 Desember 2020   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Berawal dari sebuah pengalaman pahit yang saya alami sekitar tiga setengah tahun yang lalu, tepatnya tahun 2017. Ketika itu, saya menderita sakit pulmonary tuberculosis atau lebih dikenal dengan TB paru aktif. Saya yang tidak memiliki pengalaman sama sekali, sempat shock ketika harus menderita penyakit tersebut. pengetahuan saya sangat minim waktu itu tentang penyakit tersebut kerena ya tadi, tidak memiliki pengalaman baik dari pribadi, keluarga, maupun orang-orang di sekitar saya. Yang saya ketahui saat itu, TB paru hanya bias terkena bagi perokok aktif. Sedangkan perokok pasif sangat kecil kemungkinannya terkena penyakit tersebut. Ternyata pemikiran saya salah selama ini.

Akibat sakit tersebut, saya diwajibkan rawat inap di rumah sakit. Hal tersebut membuat saya semakin sedih. Akan tetapi, keadaan tidak boleh membuat saya semakin terpuruk, Saya hanya bias berdoa, pasrah, berserah diri kepadaTuhan. Hanya pasrah dan berserah yang membuat keadaan tidak semakin parah.

Selama saya dirawat di rumah sakit, saya mulai rajin googling, mencari tahu lebih banyak tentang penyakit TB paru aktif. Tak disangka ternyata  TB paru termasuk penyakit  yang mematikan selain AIDS. Saya 'gali' lebih dalam lagi tentang penyakit tersebut sebab akibatnya, cara mengatasinya, membaca testimony juga dari beberapa penderita TBC. Membaca testimony tersebut membuat semangat saya tumbuh sedikit demi sedikit. Walaupun saya tidak yakin apakah saya dapat sembuh dengan cepat atau tidak.

Selama empat hari empat malam dirawat, saya tidak bisa tidur dengan nyenyak , saya mengalami depresi juga karena saya mengalami kesuliatan untuk menaikkan berat badan. Karena pada awalnya, berat badan saya turun drastis selama tiga minggu, kadar natrium kalium dalam tubuh sangat rendah, bahkan hamper mendekati malnutrisi.

Keadaan tersebut membuat saya depresi sehingga setiap makan dan minum obat, saya keluarkan lagi dan terus terjadi berulang-ulang. Padahal dokter saya mengatakan, kalau saya tidak dapat minum obat dan tidak dapat menaikkan berat badan membuat penyakit saya semakin lama sembuh. Perkataan tersebut terdoktrin dalam pikiran saya ; minum obat , makan yang banyak, minum obat, makan yang banyak, terus berlangsung selama 9 bulan saya lakukan selama menjalani pengobatan dan berat badan  dapat bertambah 12 kilogram. 

Sejak saya mengalami sakit tersebut, saya mulai wajib menggunakan masker apabila keluar rumah atau pergi ke tempat-temapat public Saya sangat menyadari betapa pentingnya udarabersih bagi kesehatan terutama pernafasan. Virus dan bakteri sangat bertebaran dimana-mana, tidak hanya melalui udara tapi mereka dapat menempel dimanapun. Sebagai penderita TB tidak membuat saya terpuruk, bahkan saya dapat ambil bagian positifnya dari hal tersebut. Saya menjadi memiliki pengetahuan dan pengalaman yang bertambah.

Pengalaman dan pengetahuan yang saya dapatkan ternyata dapat berguna bagi beberapa orang di sekitar saya, teman-teman maupun kerabat. Apabila mereka sedang sakit dan memiliki gejala awal yang sama dengan TB paru, mereka langsung menanyakan kepada saya. Saya berusaha membantu mereka dengan menceritakan pengalaman saya selama sakit dan memberitahukan cara mengantisipasi agar penyakit tidak semakin parah. Hal tersebut bukan bermaksud mengambil tugas kewenangan dari seorang dokter, akan tetapi saya hanya tidak ingin apa yang terjadi pada saya tidak akan terjadi pada mereka. Puji Tuhan, beberapa dari mereka ada yang sembuh bahkan tidak sampai dirawat inap. Selain itu, saya juga 'bawel' kepada orang-orang sekitar agar mau menggunakan masker terutama pergi ke tempat-temapat umum. Akan tetapi tanggapan mereka bermacam-macam, ada yang malas menggunakan masker, ada yang suka sesak nafas, ada yang beranggapan seperti orang penyakitan. Apapun pendapat mereka, saya hargai karena di atas semua itu adalah hak mereka.

Namun pada kenyataannya, tiga tahun kemudian masyarakat dunia diwajibkan menggunakan masker akibat virus yang baru ditemukan. belum ada antibody dan obat untuk penyakit yang diakibatkan virus tersebut. Maka pencegahannya dengan penggunaan masker. Bahkan terdapat sanksi bagi yang melanggarnya. 

Akan tetapi keadaan kita yang sedang terpuruk tak membuat kita menjadi buruk. Warning yang diberikan Tuhan kepada saya di tahun 2017, membuat saya menjadi peduli pada diri sendiri terutama pada kesehatan. Saya menjadi lebih peduli pada kebersihan lingkungan sekitar dan tempat-tempat lain yang biasa saya kunjungi. Saya dapat membagikan informasi yang saya ketahui dari apa yang saya alami. Dengan berbagai informasi yang benar, positif dan bermanfaat bagi orang lain, secara tidak langsung kita dapat menghubungkan kebahagiaan karena hal tersebut tidak akan membuat mereka cemas, khawatir maupun panic.

Dan saat masa pandemic ini, hamper semua masyarakat di dunia terpuruk, kehilangan pekerjaan, kesulitan ekonomi, kehilangan orang-orang yang dicintai, ruang gerak untuk beraktifitas dibatasi dan masih banyak hal yang memmbuat kita merasa hidup terasa semakin sulit. Akan tetapi, masih banyak orang yang percaya  bahwa di dalam hidup kita yang terasa sulit, masih ada titik terang, masih ada lilin-lilin kecil yang bersinar. Dan betapa indahnya lilin-lilin kecil tersebut masih dapat memberikan penerangan, menghubungkan kebahagiaan di waktu yang terasa gelap dan sulit ini.

Lilin-lilin kecil ini dapat memberikan  dan menularkan energy positif kepada sesame yang membutuhkan. Berbagi kebahagiaan tak harus sejumlah materi. Berbagi informasi yang baik dan benar dapat membuat orang lain bahagia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline