Sudah sekitar satu bulan terakhir ranah dunia maya ramai dengan pembahasan susu kental manis (SKM). Coba saja anda ketikkan di mesin pencari "susu kental manis" maka akan muncul banyak artikel yang mengulas baik buruknya SKM, disertai dengan pencantuman nama para ahli baik itu dokter, ahli gizi, dosen, maupun pengusaha.
Apalagi ketika kursor diarahkan ke bagian berita, maka akan semakin banyak lagi artikel-artikel tersebut. Lalu, kenapa SKM menjadi ramai diperbincangkan? Apakah SKM yang beredar di Indonesia tidak sesuai dengan regulasi atau peraturan BPOM sebagai lembaga pemerintah yang mengatur pangan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang muncul ketika saya menulis artikel tentang SKM sebelumnya (3 alasan susu kental manis bukan susu).
Perka BPOM No.21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan menetapkan bahwa SKM tanpa penambahan perisa (plain) harus mengandung kadar protein tidak kurang dari 6,5%. Sementara itu, SKM yang beredar dipasaran mengandung protein sekitar 7,5% jadi tidak ada masalah antara SKM dengan peraturan ini. Tapi yang harus kita perhatikan dari produk SKM adalah tingginya kandungan gula didalamnya, yaitu sekitar setengah dari komposisi total.
Sehingga menyebabkan SKM tidak cocok dikonsumsi sebagai minuman susu yang rutin diminum setiap hari, terutama untuk anak-anak. Anak yang terbiasa mengonsumsi pangan manis akan lebih menyukai dan memilih makanan dan minuman manis untuk dikonsumsi sehari-hari. Hal ini bisa berdampak buruk dan menjadi rentetan permasalahan panjang untuk anak hingga kelak dewasa. Memberi SKM sebagai minuman susu untuk anak-anak seperti memberikan bom waktu. Efeknya tidak akan terlihat secara langsung, tapi seiring berjalannya waktu akan terjadi berbagai permasalahan kompleks dalam tubuh, antara lain:
Memicu obesitas
Pangan dengan gula yang tinggi seperti SKM menyebabkan konsumennya kelebihan asupan energi, kelebihan ini akan disimpan sebagai lemak oleh tubuh sehingga menyebabkan obesitas, yaitu penyakit gizi berupa penumpukan jaringan lemak secara berlebihan di seluruh tubuh. Orang yang menderita obesitas akan mengalami berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
Memicu diabetes
Penderita obesitas memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena diabetes tipe 2 di kemudian hari daripada yang normal. Diabetes ini bisa terjadi karena insulin yang bertugas mengubah gula menjadi energi tidak dapat bekerja dengan baik karena sudah terlalu keras bekerja mengubah gula yang berlebih dalam tubuh. Insulin seiring berjalannya waktu bisa resisten atau tidak peka terhadap keberadaan gula, sehingga terjadi penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan berbagai masalah seperti stroke hingga kematian.
Menyebabkan kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat penting, fungsinya untuk menyaring dan membuang limbah dalam darah dan kemudian mengembalikan darah yang telah dibersihkan kembali ke seluruh tubuh. Dengan diabetes, pembuluh darah kecil dalam ginjal bisa terluka sehingga fungsi penyaringannya menjadi terganggu, hingga menyebabkan terjadi gagal ginjal.
Memicu penyakit kardiovaskuler